SEMANGAT BELAJAR: ALIRAN KHAWARIJ

Friday 18 August 2017

ALIRAN KHAWARIJ

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Permasalahan politik pada tatanan pemerintahan ternyata menyebabkan tumbuhnya persoalan-persoalan teologi beragama dalam Islam. Paham-paham agama mulai dikenal sejak berakhirnya kekhalifahan Usman bin Affan yang kemudian digantikanoleh ‘Ali Ibn Abi Thalib. Perbedaan pemahaman satu sama lain sehingga saling menjatuhkan yang menyebabkan Islam terpecah menjadi beberapa bagian salah satunya paham pertama yaitu Kalam Al-Khawarij.
Betapa pentingnya memahami dan mempelajari ajaran-ajaran paham ini yang nantinya dapat menjadi pandangan dalam terus baragama secara murni. Konteks bahasan dalam teologi Islam takkan pernah habis dengan berbagai perbedaanya, oleh karena itu menganalisi kembali yang sudah menjadi sejarah dalam perkembangan Islam perlu, sebagai pengetahuan dasar dalam menanggapi sebuah pemahaman yang berbeda walau pada dasarnya berpedoman Al-qur’an dan Al-Hadis.

2.      Rumusan Masalah
1.      Pengertian Kalam AL-Khawarij.
2.      Doktrin-doktrin Kalam AL-Khawarij.
3.      Aliran-aliran pada Kalam Al-Khawarij.

3.      Tujuan Masalah
1.      Agar mahasiswa/i mengetahui tujuan Kalam Al-Khawarij.
2.      Mahasiwa/i memahami prinsip ajaran Kalam AL-Khawarij.
3.      Mahasiswa/i mengetahui penyelewengan ajaran Kalam Al-Khawarij.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    LAHIRNYA KALAM AL-KHAWARIJ
Pada sejarah tumbuhnya persoalan-persoalan teologi dalam islam, merupakan sebab dari wafatnya nabi Muhammad SAW. Pada masa itu terjadi kegoyahan dalam menentukan siapa yang akan menjadi seorang khalifah panutan setelah kepergian nabi Muhammad. Hingga dimulai pada diangkatnya sahabat nabi yaitu Abu Bakr, Umar Ibn al-Khattab, Usman Ibn ‘Affan, dan Ali Ibn Abi Thalib. Pada masa sampai kedua kekhalifahan, masyarakat Islam diwaktu itu dapat terkendali dengan baik, namun pada masa kekhalifahan Usman Ibn ‘Affan mulailah terjadi kegoyahan kekhalifahan. Karena sikap ambisius dan kepemimpinan yang lemah menjadikan sebuah pemerintahan terombang-ambing, dan hingga menyebabkan khalifah ini kemudian meninggal karna terbunuh oleh para pemuka-pemuka pemberontakan dari mesir. Sebab inilah yang kemudian digantikannya Usman sebagai pemimpin oleh Ali Ibn Abi Thalib, namun krisisnya kepercayaan masyarakat pada waktu itu yang kemudian melahirkan perebutan kekuasaan dan penudingan pembunuhan oleh pihak Ali terutama, karena beberapa faktor yang kurang disetujui tersebut pengangkatannya sebagai khalifah menimbulkan terjadinya perang Siffin antara kaum Mu’awiyyah dan beberapa perselisihan tentang dilaksanakannya Arbitrase antara keduannya pada perbedaan pemahaman yang berujung pada terbunuhannya khalifah Ali. Lalu mulai dari sinilah kemudian muncul permasalahan Teologi-teologi ekstrim dalam Islam memandang adanya perbedaan persepsi Islam dalam berbagai segi pemahaman. Beberapa pemahaman yang timbul akibat dari perselisihan tentang  masa kekhalifahan ini yaitu kalam khawarij, kalam murji’ah, kalam jabariah, kalam qodariah, kalam muktazilah, dan yang terakhir kalam syi’ah yang masih terus berkembang pesat hingga sekarang ini.
Namun pada pembahasan kali ini, aliran khawarij yang merupakan aliran pertama kalinya dan dengan keekstriman memandang kaum Islam lainnya sejak dia mulainya terbentuk akan dibahas lebih dalam pada bacaan  ini.

1.      Latar Belakang dan Pengertian Kalam Al-Khawarij
Kaum khawarij terdiri atas pengikut-pengikut ‘Ali Ibn talib yang meninggalkan barisannya, karena tidak setuju dengan sikap ‘Ali Ibn Talib dalam menerima arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan tentang khalifah dengan Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan. Nama Khawarij berasal dari kata kharajai yang berarti keluar.[1] Nama itu diberikan kepada mereka, karena mereka keluar dari barisan ‘Ali. Tetapi ada pula yang pendapat yang mengatakan bahwa pemberian nama itu didasarkan atas ayat 100 dari surat An-Nisa’, yang dalamnya disebutkan : “keluardari rumah lari kepada Allah dan Rosull-Nya”. Dengan demikian kaum khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah dari kampung halamannya untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rosul-Nya.
Mereka juga menyebut diri merek Syurah, yang berasal dari kata Yasyri   (Menjual), sebagaimana disebutkan dalam ayat 207dari surat Al-Baqoroh : “Ada manusia yang menjual dirinya untuk memperoleh keridlaan Allah”. Maksudnya, mereka adalah orang yang sedia mengorbankan diri untuk Allah. Nama lain yang diberikan kepada mereka ialah Haruria, dari kata Harura, suatau desa yang terletak di dekat kota Kufah, di Irak. Di tempat inilah mereka, yang pada waktu itu berjumlah dua belas ribu orang, berkumpul setelah memisahkan diri dari ‘Ali. Disini mereka memilih “Abdullah Ibn Wahb Al-Rasidi menjadi imam mereka sebagai ganti dari ‘Ali Ibn Abi Talib. Dalam pertempuran dengan kekuasaan ‘Ali mereka mengalami kekalahan besar, tetapi akhirnya seorang khariji bernama ‘Abd al- Rahman Ibn Muljam dapat membunuh ‘Ali.
Dalam lapangan ketata-negaraan mereka memang mempunyai paham yang berlawanan dengan paham yang ada di waktu itu. Mereka lebih bersifat demokratis, karena menurut mereka khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam. Yang berhak menjadi Khalifah bukanlah anggota suku bangsa Quarisy saja, bahkan bukan hanya orang Arab, tetapi siapa saja yang sanggup asal orang Islam yang bersikap adil dalam menjalankan syari’at Islam, sekalipun ia hanba sahaya yang berasal dari Afrika, tetapi apabila sebaliknya maka dia wajib dijatuhkan atau dibunuh.
Dalam hubungan ini, khalifah Abu Bakr dan ‘Umar Ibn Al-Khattab  dapat mereka terima kepemimpinannya bahwa keduanya tidak menyeleweng dari ajaran Islam. Tetapi untuk masa kekhalifahan ‘Usman mulai dari tahun ketujuh pemerintahan dan ‘Ali pada peristiwa arbitrase, mereka pandang sudah menyeleweng dan sejak itulah keduanya kemudian dianggap kafir.
Pada kaum Khawarij mereka selalu menonjolkan persoalan kufr yaitu siapakah yang disebut kafir dan keluar dari Islam? Siapakah yang disebut mukmin, serta tetap dalam Islam?. Soal–soal yang bersangkuat-pautan ini  tidak selamanya timbul dengan jawaban yang sama, sehingga timbullah berbagai golongan dalam khalangan Khawij.
Kaum Khawarij terdiri dari orang Arab Badawi yang tinggal sederhana dalam hidup dan cara berfikir, tetapi keras hati serta berani, dan bersikap merdeka, tidak tergantung pada orang lain. Mereka jauh dari ilmu pengetahuan. Ajaran-ajaran dalam Islam, sebagai terdapat dalam Al-qur’an dan Hadis, mereka artikan menurut lafaznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan paham mereka sangat sederhana, sempit pemikiran serta fanatik. Karena inilah yang membuat mereka tidak bisa mentolerir penyimpangan terhadap ajaran Islam menurut paham mereka, walaupun hanya penyimpangan dalam bentuk kecil.
Disinalah penyebabnya, bagaiman mudahnya kaum Khawarij terpecah belah menjadi golongan-golongan kecil serta sikap mereka yang terus-menerus mengadakan perlawanan terhadap penguasa-penguasa Islam dan umat yang ada di zaman mereka.

2.      Al-Khawarij Dengan Doktrin-Doktrin Pokoknya
Di antara doktrin-doktrin pokok khawarij sebagai berikut.
a.       Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
b.      Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab,
c.       Khalifah dipilih secara permanen yang bersikap adil dan menjalankan syariat Islam.
d.      Khalifah ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng.
e.       Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Mereka menganggap seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban yang sama.[2]
f.       Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka, ia wajib diperangi karena hidup dalam negara musuh, sedangkan golongan mereka dianggap berada dalam negara Islam.[3]
g.      Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
h.      Adanya Wa’ad dan Wa’id (orang yang baik harus Masuk surga, sedangkan orang yang jahatharus masuk ke dalam neraka).
i.        Amar ma’ruf nahi munkar.
j.        Memalingkan ayat-ayat Al-Quran yang tampak Mutasabihat (samar).
k.      Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.[4]
Dari poin a sampai d dikatagorikan sebagai doktrin politik sebab membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya seperti kepala negara (khilafah).
Mereka menolak untuk dipimpin orang yang dianggap tidak pantas. Jalan pintas yang ditempuh adalah membunuhnya, termasuk orang yang mengusahakannya menjadi Khalifah. Dibuatlah doktrin tentang dosa besar sebagaimana yang tertera pada poin e dan k akibat dokterinnya yang menentang perintah Khawarij harus menanggung akibatnya. Mereka selalu dikejar-kejar dan ditumpas oleh pemerintah.
Dari poin i sampai k dapat dikatagorikan sebagai doktrin teologis sosial memperlihatkan kesalehan kaum khawarij.

3.      Perkembangan Al-Khawarij
Khawarij telah menjadikan politik sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya berbagai doktrin teologis. Watak dan perbuatan yang melekat pada kelompok Khawarij menyebabkan mereka sangat rentan terhadap perpecahan. Perpecahan Khawarij terdiri dari delapan macam, yaitu :[5]
a.       Al-mukhahhimah,                         e.  Al-Ajaridah,
b.      Al-Azriqah,                                   f.  Al-Saalabiyah,
c.       An-Nadjat                                     g.  Al-Abaidah,
d.      Al-Baihasiyah,                              h.  As-Sufriyah.
Semuanya membicarakan persoalan hukum bagi orang yang berbuat dosa besar, apakahia masih dianggap mukmin atau telah menjadi kafir. Doktrin teologi ini menjadi utama dalam pemikiran mereka. Sayangnya, pemikiran ini bersifat praktis sehingga kriteria mukmin atau kafirnya seseorang tidak jelas. Harun Nasution mengidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran Khawarij, yaitu sebagai berikut:
a.       Mudah mengkafirkan orang yang tidak segolongan dengam mereka, walaupun orangitu adalah penganut agama Islam.
b.      Islam yang benar adalah Islam yang mereka fahami dan amalkan, sedangkan Islam sebagaimana yang difahami dan diamalkan golongan lain tidak benar.
c.       Orang-orang Islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu dibawa kembalike Islam yang sebenarnya, yaitu Islam seperti yang mereka fahami dan amalkan.
d.      Pemerintahan dan ulama yang tidak sefaham dengan mereka adalah sesat, maka mereka memilih iman dari golongan mereka sendiri, yakni imam dalam arti pemuka agama dan pemuka pemerintah.
e.       Mereka bersifat fanatik dalam faham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan membunuh untuk mencapai tujuan mereka.[6]

¾    Jenis-Jenis Aliran Kalam Al-Khawarij
Pada penjelasan yang telah dikemukakan  diatas maka timbulnya berbagai aliran dalam kalam Khawarij menjadi lebih mudah. Perbedaan pemahan dan kepercayaan di khalangan mereka membuat masing-masing memecah membuat kelompok-kelompok yang lebih kecil lagi, berikut merupakan aliran-aliran dari kelompok tersebut.
a.      Al-Muhakkimah
Kelopok Khawarij asli yang terdiri dari pengikut ‘Ali ( tetapi keluar dalam barisan ). Bagi mereka ‘Ali, Mu’awiyyah, kedua pengantara ‘Amr Ibn al-‘As dan Abu Musa al-Asy’ari dan semua orang yang menyetujui arbitrase bersalah dan menjadi kafir dan mereka luaskan artinya termasuk kedalam dosa besar.
Berbuat zinah sudah masuk kedalam dosa besar, dalam paham ini yang mengerjakan perbuatan tersebut sudah kafir dan keluar dari Islam.begitu pula membunuh sesama manusia.
b.      Al-Azariqah
Daerah kekuasaan mereka terletak diperbatasan Irak dengan Iran. Nama Al-Azariqah diambil dari Nafi’ Ibn al-Azraq yaitu khalifah pertama yang mereka pilih dengan gelar Amir al-Mu’minin. Pengikutnya menurut al-Baghdadi, berjumlah lebih dari 20 ribu orang. Nafi’ mati dalam pertempuran di Irak ditahun 686 M.
Sub sekte ini sikapnya lebih radikal dari al-Muhakkimah. Mereka tidak menggunakan term kafir lagi tetapi lebih dari itu term musyrik atau polytheist yang merupakan dosa terbesar setelah kufr.
Yang dipandang musyrik ialah semua orang yang tidak sepaham dengan mereka. Bahkan walaupun mereka sepaham tetapi tidak mau berhijrah kelingkungan mereka tetaplah disebut musyrik. Dan barangsiapa yang datang kedaerah mereka  lalu mangaku pengikut al-Azariqah tidaklah diterima begitu saja, tetapi harus diuji. Kepadanya diserahkan seoarng tawanan. Kalau tawanan ini dibunuh, maka ia diterimadengan baik; tetapi sebaliknya kalau tawanan ini tidak dibunuh, maka kepalanya sendiri yang mereka penggal.
Sikap yang tidak mau mencabut nyawa tawanan itu, memberi keyakinan  bahwa mereka berdusta dan sebenarnya bukan penganut paham al-Azariqah. Lebih lanjut lagi bukan hanya orang Islam yang tak sepaham dengan mereka, bahkan anak istri orang yang demikian , pun boleh ditawan dan dijadikan budak atau dibunuh sehingga bukan hanya orang dewasa yang dianggap musyrik tetapi anak-anak merekapun sama. Dalam anggapan mereka, hanya daerah merekalah yang merupakan dar al-Islam.  Sedang daerah lainnya adalah dar al-Kufr, yang wajib diperangi. Oleh karena itu, sebagai disebut Ibn Al-Hazm,  kaum al-Azariqah selalu mengadakan isti’rad yaitu bertanya tentang keyakinan seseorang. Siapa saja orang Islam yang mereka jumpai yang bukan golongannyamereka bunuh.
c.       Al-Najdat
Najdah Ibn ‘Amir al-Hanafi dari Yammah dengan pengikut-pengikutny pada mulanya ingin menggabungkan diri dengan golongan al-Azariqah. Tetapi dalam golongan tersebut timbul perpecahan. Sebagian dari pengikut Nafi’ di antaranya Abu Fudaik, Rasyid al-Tawil dan Atiah Hanafi, tidak dapat mensetujui faham bahwa orang Azraqi yang tak mau berhijrah kedalam lingkungan al-azariqah adalah orang musyrik. Demikian pula mereka tak setuju dengan boleh dan halalnya di bunuh anak istri orang Islam yang tak se faham dengan mereka.
Abu fudaik dengan teman-temannya serta pengikutnya memisahkan diri dari Nafi’ dan pergi ke Yammah. Disini mereka menarik Najdah dalam pertikaian faham terhadap Nafi’, sehingga Najdah dengan pengikutnya membatalkan rencana untuk berhijrah kedaerah kekuasaan al-Azariqah. Pengikut Abu Fudaik dan pengikut Najdah bersatu dan memilih Najdah sebagai Imam baru. Nafi’ telah mereka pandang kafir dan demikian pula yang masih mengakuinya sebagai Imam.
Najdah, berlainan dengan kedua golongan diatas, berpendapat bahwa orang berdosa besar , kafir hanyalah orang yang tak sepaham dengan golongannya. Adapun pengikutnya jika mengerjakan dosa besar, betul mendapat siksaan dari mereka bukan siksa neraka, dan kemudian mereka masuk surga.[7]
Dosa kecil baginya akan menjadi dosa besar, kalau dikerjakan terus-menerus dan yang mengerjakannya sendiri menjadi musyrik. Mereka berpendapat bahwa di wajibkan bagi tiap-tiap muslim ia mengetahui Allah dan Rosul-rosul-Nya, mengetahui haram membunuh orang Islam dan percaya pada seluruh apa yang diwahyukan Allah kepada Rosul-Nya. Yang dimaksud dengan orang islam sendiri adalah para pengikut Najdah. Kalau ia mengerjakan sesuatu yang haram dengan tidak tahu bahwa hal itu haram, ia dapat di maafkan.
Dalam kalangan al-Khawarij, golongan ini yang pertama kali membawa faham taqiah, yaitu merahasiakan dan tidak menyatakan keyakinan keimanan diri seseorang. Jadi seseorang boleh mengucapkan kata-kata dan boleh melakuhkan perbuatan yang mungkin menunjukan pada lahirnya ia bukan orang Islam, tetapi pada hakekatnya ia tetap menganut agama Islam.
Tetapi tidak semua pengikut Najdah setuju dengan paham ajaran-ajaran diatas, terutama bahwa faham dosa besar tidak membuat pengikutnya menjadi kafir, dan bahwa dosa kecil bisa menjadi dosa besar. Perpecahan dikalangan mereka ditimbulkan oleh ghanimah (barang rampasan perang) dan sikap lunak yang diambil Najdah terhadap Khalifah ‘Abd al-Malik Ibn Marwan dinasti Bani Umayyah.salah satu serangan yang dipimpin oleh anak Najdah sendiri, mereka memperoleh harta dan tawanan. Namun tawanan itu telah dibagi sebelum dikeluarkan seperlima daripadanya sebagai kewajiban syari’at. Selanjutnya serangan dalam kota Madinah mereka dapat menawan seorang perempuan yang diminta kembali oleh ‘Abd al-Malik. Permintaan itu dikabulkan Najdah, hal ini tak dapat disetujui oleh pengikutnya karena ‘Abd al-Malik adalah musuh mereka.
Dalam perpecahan ini Abu Fudaik, Rasyid al-Tawil, dan ‘Atiah al-Hanafi memisaahkan diri dari Najdah. ‘Atiah mengasingkan diri ke Sajistan di Iran, Abu Fudaik dan Rasyid mengadakan perlawanan terhadap Najdah. Akhirnya Najdah dapat mereka tangkap dan penggal lehernya.
d.      Al-‘Ajaridah
Mereka adalah pengikut dari ‘Abd al-Karim Ibn ‘Ajrad yang menurut al-Syahrastani salah satu teman dari ‘Atiah al-Hanafi.
Kaum al-‘Ajaridah bersifat lebih lunak karena menurut faham ini berhijrah bukanlah kewajiban sebagai yang diajarkan olh Nafi’ Ibn al-Azraq dan Najdah, tetapi hanya merupakan kebajikan. Dengan demikian kaum ‘Ajaridah boleh tinggal di luar daerah kekuasaan mereka dengan tidak di anggap kafir. Di samping itu harta yang boleh di jadikan rampasan perang hanyalah harta orang yang telah mati terbunuh. Seterusnya mereka berpendapat bahwa anak kecil tidak bersalah, tidak musyrik.
Selanjutnya kaum ‘Ajaridah mempunyai paham purinisme. Surat Yunus berceritakan cinta di dalam Al-qur’an yang merupakan kitab suci, tidak mungkin mengandung cerita yang seperti itu. Oleh karenannya mereka tidak mengakui surat Yusuf sebagai bagian dari Al-qur’an.
Golongan ‘Ajaridah  terpecah menjadi golongan kecil. Iantara mereka, yaitu golongan al-Maimunah dan Golongan al-Hamziah, yang menganut paham qodariah. Bagi mereka semua perbuatan manusia, baik dan buruk, timbul dari kemauan dan kekuasan manusia sendiri. Tetapi golongan al-Syu’aibiah dan al-Hazimiah menganut faham sebaliknya. Bagi mereka tuhanlah yang menimbulkan perbuatan-perbuatan manusia. Manusia tidak dapat menentang kehendak Allah.
e.       Al-Sufriah
Pemimpin golongan ini adalah Ziad Ibn al-Asfar. Dalam faham ini hampir sama dengan golongan al-Azariqah yang sifatnya ekstrim, namun hal yang membuat mereka kurang ekstrim dengan beberapa pendapat mereka :
§  Orang sufriah yang tidak berhijrah tidak dipandang kafir.
§  Mereka tidak berpendapat bahwa anak-anak kaum musyrik boleh di bunuh.
§  Dari mereka semua berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar menjadi musyrik. Ada yang membagi dosa besar dalam dua golongan; dosa yang ada sangsinya di dunia seperti membunuh dan zinah, dan dosa yang tak ada sangsinya di dunia, seperti meninggalkan shalat dan puasa. Orang yang berbuat dosa glongan pertama tidak di anggap kafir. Yang kafir hanyalah dosa pada golongan kedua.
§  Daerah golongan Islam yang tidak se faham dengan mereka bukan dar harb yaitu daerah yang harus di perangi ; yang di perangi hanyalah ma’askar atau camp pemerintahan sedang anak-anak dan perempuan tak boleh dijadikan tawanan.[8]
§  Kufr di bagi dua : kufr bin inkar al-ni’mah yaitu mengingkari rahmat Tuhan dan kufrbin inkaral-rububiah yaitu mengingkari tuhan. Dengan demikian term kafir tidak selamanya berarti keluar dari Islam.
Di samping pendapat-pendapat  diatas ada pendapat yang lebih spesifik lagi dari mereka :
§  Taqiah hanya boleh dalam bentuk perkataan dan tidak dalam bentuk perbuatan.
§  Dalam keadan yang demikian, untuk keamanan dirinya perempuan islam boleh menikah dengan laki-laki kafir, di daerah bukan Islam.
f.       Al-Ibadah
Merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh golongan khawarij. Namaya di ambil dari ‘Abdullah Ibn Ibad, yang pada tahun 686 M, memisahkan diri dari golongan al-Azariqah. Berikut ajaran-ajaran mereka :
§  Orang islam yang tak se faham dengan mereka merupakan seorang yang telah kafir. Dengan orang Islam yang demikian boleh diadakan hubungan pernikahan dan hubungan warisan , syahadat mereka dapat diterima. Membunuh mereka adalah haram.
§  Daerah oarng Islam yang tak se faham dengan mereka, kecuali camp pemerintahan merupakan dar tawhid. Daerah orang yang meng Esa-kan Allah , dan tak boleh diperangi. Yang merupakan . yang merupakan dar-kufr, yaitu yang harus diperangi, hanyalah ma’askar pemerintah.
§  Orang Islam yang berbuat dosa besar adalah muwahhid, yang menh Esa-kan tuhan, tetapi bukan mukmin dan kalaupun kafir hanya merupakan kafit al-ni mah dan bukan kafir al-millah, yaitu kafir agamaDengan kata lain, mengerjakan dosa besar tidak mebuat orang keluar dari Islam.
§  Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda dan senjata.emas dan perak harus dikembalikan kepada empunya.
Tidaklah mengherankan kalau faham moderat seperti gambaran di atas membuat ‘Abdullah Ibn Ibadtidak mau turut dengan golongan al-Azariqah dalm melawan pemerintahan dinasti Bani Ummyyah. Bahkan ia mempunyai hubungan yang baik dengan Khalifah ‘Abd al-Malik Ibn Marwan. Demikian pula halnya dengan Jabir Ibn Zaid al-Azdi, pemimpin al-Ibadiah sesudah Ibn Ibad, mempunyai hubungan baik dengan al-hajjaj, pada yang tersebut akhir ini dengan kerasnya memerangi golongan-golomngan Khawarij yang berfaham dan bersikap ekstrim
Oleh karena itu, jika golongan Khawarij lainnya telah hilang  dan hanya tinggal dalam sejarah, golongan ‘Abadiah ini masih ada sampai sekarang zibar, ng dan terdapat di Afrika, Umman dan Arabiyah Selatan, umman dan Arabia selatan.
Adapun golongan-golongan Khawarij eksrim  dan radikal, sungguh pun golongan mereka telah hilang dalam sejarah, ajaran-ajaran ekstrim mereka masih mepunyai pengaruh, walaupun tidak banyak, dalam masyarakat Islam sekarang.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar, nama ini diberikan karena mereka sebagai pengikut pasukan ‘Ali keluar dari barisannya dan pergi mengelompokan diri. Hal ini mereka lakuhkan karena tidak setuju dengan sikap ‘Ali dalam menerima Arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan tentang khalifah dengan Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan.
Kalam ini terus berkembang pada masanya dengan berbagai pemikiran dan doktrin-doktrin mereka diantaranya;
o   setiap muslim harus berhijrah bersama mereka jika tidak maka mereka wajib dibunuh,
o   seorang yang berdosa besar bukanlah muslim sehingga halal untuk di bunuh,
o   seorang dapat menjadi kafir jika tidak membunuh Islam lain yang tak sepaham dengan mereka,
dan masih ada doktrin-doktrin lainnya yang di anggap terlalu ekstrim pada pemahaman ketauhidan pada mereka.
Adapun karena berbagai perbedaan pemikiran diantara mereka yang menjadikan ketidak setujuan satu sam lain tentang beberapa doktrin yang dibuat sehingga timbul pula beberapa Aliran berbeda di antara mereka, al-Khawarij :
1.      Al-Muhakkimah
2.      Al-Azariqah
3.      Al-Najdat
4.      Al-‘Ajaridah
5.      Al-Sufriah
6.      Al-Ibadah



DAFTAR PUSTAKA



Madjid, Nurcholis., (Ed.). 1985. Khazanah Intelektual Islam. Jakarta: Bulan    Bintang, cet. II.
Nasution, Harun.1972. Teologi Islam. Jakarta: UPI
Nasution. 1995. Islam RasionalGagasan dan Pemikiran. Bandung: Mizan. Cet.III.
Rozak, Abdul. Dan Anwar, Rosihan.2012. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia


No comments: