SEMANGAT BELAJAR: PENGERTIAN SEWA MENYEWA

Friday 18 August 2017

PENGERTIAN SEWA MENYEWA


                                                                                      
A.   Definisi Sewa-Menyewa Yang Berakhir Dengan Kepemilikan (Ijarah Muntahiya Bittamlik)

1.1 Pengertian ijarah
Ijarah merupakan kontrak antara bank syariah sebagai pihak yang menyewakan barang dan nasabah sebagai penyewa, dengan menentukan biaya sewa yang disepakati oleh pihak bankdan pihak penyewa. Barang-barang yang dapat disewakan pada umumnya yaitu asset tetap, seperti gedung, mesin dan peralatan, kendaraan dan asset tetap lainnya.
Dalam transaksi perbankan,  bank membeli aset tetap dan supplier kemudian disewakan kepada nasabah dengan biaya sewa yang tetap hingga jangka waktu tertentu. Bank dapat membeli asset tetap dari supplier yang ditunjuk oleh bank syariah, kemudian setelah asset siap dioperasionalkan, maka asset tetap tersebut disewakan kepada pihak nasabah.

1.2  Jenis-jenis Ijarah
Dalam transaksi keuangan, ijarah dibagi menjadi dua yaitu ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik. Perbedaan kedua jenis ini terutama terletak pada kepemilikan asset tetap setelah masa sewa berakhir. Dalam akad ijarah, asset tetap akan dikembalikan pihak yang menyewakan bila masa sewa berakhir. Dalam akad ijarah muntahiya bitamlik, asset akan berubah status kepemilikan menjadi milik penyewa pada saat masa sewa jatuh tempo.

            1.3 Pengertian Ijarah Muntahiya Bittamlik
Ijarah Muntahiya Bittamlik disebut juga dengan ijarah waiqtina adalah perjanjian sewa antara pihak pemilik asset tetap (lessor) dan penyewa (lesse), atas barang yang disewakan, penyewa mendapat hak opsi untuk membeli obyek sewa kepada saat masa sewa berakhir.[2] Ijarah muntahiya bittamlik dalam perbankan dikenal dengan financial lease, yaitu gabungan antara transaksi sewa dan jual beli, karena pada akhir masa sewa, penyewa diberi hak opsi untuk membeli obyek sewa. Pada akhir masa sewa, obyek  sewaakan berubah dari milik lessor menjadi milik lesse.
Landasan syariah akad ijarah muntahiya bittamlik antara lain:
…Ya bapakku ambilah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (Al-Qhasas:26)
Ahmad Abu Daud dan An-Nasa meriwayatkan dari saad bin Abi Waqqash r.a berkata: “Dahulu kami menyewa tanah dengan (jalan membayar dari) tanaman yang tumbuh. Lalu Rosululoh SAW melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang emas atau perak .”

Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa, atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si pembeli. Menurut kamus ekonomi syariah, ijarah muntahiya bittamlik adalah ijarah dengan janji (wa’ad) yang mengikat pihak yang menyewakan untuk menjadikan kepemilikan kepada penyewa.
Ijarah muntahiya bittamlik mempunyai banyak bentuk, bergantung pada apa yang telah disepakati dua belah pihak yang berkontrak. Missal, ijarah dan janji menjual, nilai sewa yang mereka tentukan dalam ijarah, harga barang dalam transaksi, dan kapan kepemilikan dipindahkan.
Ijarah muntahiya bittamlik merupakan rangkaian dua buah akad  yakni akad al-bai dan akad ijarah muntahiya bittamlik(IMBT). Al-Bai merupakan akad jual-beli, sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa-menyewa dan jual beli atau hibah diakhir masa sewa.
Dalam ijarah muntahiya bittamlik, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut:
1.    Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
2.    Pihak yang menyewakan berjanji akan mengibahkan barang yang disewakan tersebut pada masa akhir sewa.



"Baca Pula "Ekonomi Mikro "



Al-ijarah muntahiya bittamlik adalah perpaduan antara kontrak jual beli dengan akad sewa, atau akad sewa yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan barang ditangan penyewa. Berdasarkan definisi ini, akad al-ijarah muntahiya bittamlik berbeda dengan akad ijarah biasa dalam hal:
Ø  Kontrak ijarah muntahiya bittamlik terdiri atas dua akad, yakni akad sewa sampai dengan batas tertentu, serta akad perpindahan kepemilikan obyek sewa diakhir masa perjanjian yang bersifat independen, baik dengan akad jual beli ataupun hibah. Artinya, diakhir masa sewa, pemilik barang berjanji akan menjual barang tersebut kepada penyewa, atau dengan akad hibah.
Ø  Biaya sewa yang dibayarkarkan penyewa, biasanya lebih besar dari upah sewa biasa. Biaya sewa tersebut mencerminkan harga pokok pembelian beserta besaran marqin yang diinginkan. Ketika biaya sewa telah lunas terbayar diakhir masa sewa, kepemilikan barang akan bergeser kepada penyewa dengan akad yang independen, baik dengan akad jual beli maupun hibah.

Ijarah muntahiya bittamlik merupakan instrumen pembiayaan yang diperbolehkan oleh syara’  dengan dalil sbagai berikut (Zuhaili, 2002, hal. 410-412):
Ø  Kontrak ijarah muntahiya bittamlik bukanlah merupakan penggabungan dua akad, yakni sewa dan jual beli dalam satu akad , yang mana hal ini dilarang oleh syara’. Namun, ia terdiri atas dua akad yang terpisah dan independen, pertama adalah akad sewa dan diakhir masa sewa dibentuk akad baru yang independen, yakni akad jual-beli atau hibah.
Ø  Menurut ulama hanabalah, pihak yang melakukan transaksi memiliki kebebasan penuh dalam menentukan kesepakatan dan syarat dalam sebuah akad, dan hukum asal hal ini adalah mubah (diperbolehkan). Sepanjang, kesepakatan atau syarat tersebut tidak bertentangan dengan nash syara’ atau merusak kaidah syar’iyyah atau syarat tersebut menafikan subtansi (maksud) diadakannya akad.
Ø  Adapun janji pihak yang menyewakan barang untuk melakukan transaksi perpindahan kepemilikan barang diakhir masa sewa, bukanlah suatu hal yang dapat merusak akad dalam pandangan syara’. Karena, janji bukanlah merupakan bentuk akad,  dan tidak dapat merusak segala konsekuensi yang ada dalam akad. Atau dapat menjerumuskan pihak yang bertransaksi pada sesuatu yang dilarang syara’ seperti riba atau gharar. Malikiyah dan hanafiyyah menyatakan janji tersebut bersifat mengikat.
Ø  Ulama Malikiyah menyatakan, akad sewa (ijarah) bias digabungkan dengan akad jual beli dalam sebuah transaksi, karena tidak ada hal yang menafikan subtansi keduanya. Begitu juga dengan Syafiiyah dan Hanabalah yang mengakui keabsaan penggabungan dua akad ini dalam satu transaksi, karena tidak ada pertentangan subtansi akad diantara keduanya.
Ø  Selain itu, juga terdapat fatwa dari konferensi fiqh internasional pertama di Bait at-Tamwil al-Kuwati (7-11 maret 1987) yang mengakui keabsaan akad ijarah muntahiya bitamlik yang diakhiri dengan akad hibah. Atau juga ketetapan ulama fiqh dunia no.44 dalam sebuah konferensi di Kuwait (10-15 desember 1988) yang menghadirkan alternative solusi, yakni akad ini diganti dengan jual beli kredit, atau akad ijarah, dimana di akhir perjanjian, penyewa diberi beberapa opsi, yaitu memperpanjang masa kontrak sewa, menyelesaikan akad dengan mengembalikan obyek sewa, atau membeli obyek sewa dengan harga yang berlaku dipasaran.


Ijarah muntahiya bitamlik  (IMBT) adalh transaksi sewa dengan perjanjian untuk menjual atau menghibahkan obyek sewa diakhir periode sehingga transaksi ini diakhiri dengan alih kepemilikan obyek sewa.
Berbagai bentuk alih kepemilikan ijarah muntahiya bitamlik antara lain:

a.    Hibah di akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa asset dihibahkan kepada penyewa.
b.    Harga yang berlaku pada akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa asset dibeli oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada saat itu.
c.    Harga ekuivalen dalam periode sewa, yaitu ketika penyewa membeli asset dalam periode sewa sebelum kontrak sewa berakhir dengan harga ekuivalen.
d.    Bertahap selama periode sewa, yaitu ketika alih kepemilikan dilakukan bertahap dengan pembayaran cicilan selama periode sewa.






[1] Drs,  Ismail MBA.,Ak. Perbankan syari’ah (Jakarta:kencana, 2011) cet ke-1 
[3] Muhammad syafii antoni, Bank Syariah dari Teori ke praktek , (Jakarta:Gema Insani,2011)
[4] Lihat e-Book Kamus Ekonomi Syariah
[6] Ir. Adiwarman A.Karim,S.E.,MBA., M.A.E.P Bank Islam: Analisis fiqih dan keuangan (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2010)
[7] Dimayauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: pustaka pelajar cet-1 2008, cet-II 2010)
[9] Ascarya, akad dan produk bank syariah (Jakarta: Rjawali Pers, 2011) cet ke-3

No comments: