SEMANGAT BELAJAR: MAKALAH TAFSIR | ASAL-USUL KEJADIAN MANUSIA ( Tafsir surat Al-Alaq dan Al-Mu’minun Ayat 12-17)

Friday 18 August 2017

MAKALAH TAFSIR | ASAL-USUL KEJADIAN MANUSIA ( Tafsir surat Al-Alaq dan Al-Mu’minun Ayat 12-17)








BAB I
PENDAHULUAN

1.         Latar belakang
Maha Suci Tuhan Pencipta Alam yang memiliki kekuasan meliputi jagad alam raya dan beserta isinya, dengan berbagai yang bernyawa dan yang tidak bernyawa didalamnya. Luasnya penciptaan yang di berikan yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh alam pikiran manusia. Kekuasaan yang dimilikinya meliputi apapun yang ada di muka bumi ini ataupun segala isinya, bukan saja bagian terbesar namun bagian terkecil dari debu pun ini adalah sang Illahi.
Manusia merupakan suatu obyek dari sebagian makhluk yang Ia ciptakan, keadaan dan rupa yang ada pada manusia merupakan bentuk adanya sang pencipta. Jika ingin tanyakan dimanakah Ia, maka tanyakanlah apa yang ada pada diri manusia yang sesungguhnya itulah sebagian dari adanya wujud sang Illahi. Beribu bentuk , muka dan wujud yang ada pada setiap makhluk yang bernyawa seperti manusia takkan bisa menyamai fisik dan akal dari manusia sendiri sekalipun para ilmuan dan sebagian ahli biologi dapat menciptakan manusia dalam bentuk yang serupa, hal ini karena Allah mewujudkannya sambil memelihara dan mendididkanya.[1] Apa  yang menjadi wujud sekarang sampai akhir zamanpun tidak akan berubah ataupun berevolusi sekalipun binatang dan segala apa yang ada dimuka bumi ini dapat berubah seperti cuaca.
Keadilan sang Illahi merupakan keadilan dalam menciptakan manusia menjadi bentuk lain di antara yang lainnya, kesehatan akal, jasmani dan rohani pada mausia merupakan bentuk syukur yang harus  dimiliki oleh setiap manusia. Kekuatan dalam segala apapun yang ada pada manusia kekuatan akal dan pikiran sebagai menyelesaikan dan  memecahkan masalah yang ada dimuka bumi ini, maupun kekuatan daya, upaya dalam menanggapi setiap permasalahan tersebut merupakan karunia yang terbesar diberikan Sang Khalik untuk manusia itu sendiri. Keistimewaan manusia dari berbagai makhluknya bentuk obyek kaji yang dimiliki dengan berbagai kelebihan baik dalam kajian ilmu pengetahuan maupun dalam ilmu tehnologi mengembangkan keilmuan yang terus mengalami peningkatan seiring perkembangnya zaman dengan terus di teliti dan di cermati. Setiap unsur ciptaanya itu semua terkandung dalam beberapa surat dan ayat-ayat dalam al-Qur’an yang telah tercantum dan termaktup berabad-abad silam, itulah keistimewaan ayat-ayat al-Qur’an pada setiap kandungan beritanya. Fakta yang menarik yang ada di dalamnya membuat sebagian para peniliti dan penggali ilmu ingin mengkaji lebih dalam apa yang ada di dalam Al-Qur’annur karim. Ilmu tehnologi di zaman yang modern ini dikatakan lebih canggih dan lebih teliti, dari yang di bayangkan oleh para tokoh-tokoh tehnologi  ternyata saat di sadari mampu dikalahkan oleh sebuah kitab yang telah datang berabad-abad lamanya, mungkinkah ini hanya kebetulan semata. Namun  bagi seorang muslim, inilah firman Allah SWT kebenaran dan keselarasan meliputi di dalamnya, “tiada sebuah bahasa manusia yang mampu menandingi bahasa yang ada di dalamnya, sekalipun mereka mengerahkan seluruh tenaga dan fikirannya untuk membuat satu ayat yang ada di dalam Al-Qur’an” itulah sebagian kutipan yang telah di cantumkan-Nya di dalam Al-Qur’an ketika para manusia meragukan keberadaan kebenaran Al-Qur’an.
Dalam posisi lain ketika di dapati bahwa ada hikmah tersendiri ketika kembali lagi seorang dapat mengkaji Al-Qur’an, berbagai cara di lakuhkan bahkan berlomba-lomba untuk terus mendalami huruf demi huruf, ayat demi ayat, dan surat demi surat yang ada di dalam Al-Qur’an yang tentunya tidak semudah mengartikan bacaan seperti novel atau cerpen yang mencantum berbagai gaya bahasa, tetapi ternyata saat mengkaji kembali didalamnya berbagai bentuk dan model kajian al-Qur’an ada fakta lain perlunya landasan dasar dalam menggali ayat-ayat dan surat-surat yang masih berbentuk makna yang mengglobal atau umum pada nya. Cara pengkajian pun memiliki beberapa teori dan metode dasar dalam menguraikannya atau biasa disebut penafsiran.
 Apa yang menjadi bentuk dan cara dalam penafsiran inilah yang nantinya ikut berpengaruh pada makna kandungan di dalam setiap ayat ataupun surat tersebut. Sehingga model pendekatan pengkajian tak bisa sembarang dalam menafsirkan apa-apa yang ada didalam al-Qur’an sehingga dengan pertimbangan ini  penafsiran di mulai dengan menjelaskan latar belakang turunnya surat ini, sehingga makna yang terkandung dalam surat ini akan dengan mudah dapat dipahami ataupun dapat di mengerti, Sumber-sumber rujukanpun di ambil dari kitab tafsir dan sumber lainnya yang relevan. Ini dilakuhkan agar apa yang ada di dalam al-Qur’an benar-benar dapat dikaji dan diteliti dari setiap unsur sampai pemahaman pada setiap ayat dapat dijelaskan. Hingga kajian tersebut memiliki nilai dasar yang sama antara satu ayat dengan yang lainnya. Berbagai permasalahan yang mendasar akan di ungkapkan pada makalah ini dengan malalui ilmu munasabah al-Qur’an yaitu mengaitkan antara satu ayat dengan ayat yang lain adapun penganalisisannya yaitu dengan pendekatan paradigma akhlak dengan metode Tahliliy atau Tajzi’i yang cara bekerjanya telah disebutkan di atas. Dengan begitulah nantinya pembahasan tentang asal-usul kejadian manusia dapat di pahami dan di mengerti dengan baik sebagai penerang bagi manusia agar dapat mensyukuri dan menjaga amanah dari pemberian sang Illahi kepada mereka sebagai suatu kesempatan menyerahkan segala yang dimiliki semua ini titipan-NYA semata yang akan segera kembali kepada-NYA.



BAB II
PEMBAHASAN ( ISI )

A.    MUNASABAH
      Kata Munasabah secara etimologi (bahasa) berarti al-Musyakalah (keserupaan) dan al-Muqarabah (kedekatan). Adapun secara terminologi (istilah), yang dapat di definisikan sebagai berikut:
1.      Menurut Az-Zarkasyi adalah suatu hal yang dapat dipahami
2.      Menurut Manna ‘Al-Qaththan, munasabah adalah sisi keterkaitan antara beberapa ayat, atau antara surat didalam surat.
Adapan manfaat dari munasabah sendiri adalah menjadikan sebagian pembicaraan berkaitan dengan sebagian yang lainnya, sehingga hubungan menjadi kuat, bentuk susunannya menjadi kukuh dan bersesuaian bagian-bagiannya laksana sebuah bangunan yang amat kokoh.
Adapun ciri-ciri munasabah yang baik adalah sesuatu yang menjadi pada urusan-urusan yang bersatu dan berkaitan awal dan akhirnya, maka itulah munasabah yang dapat diterima akal dan dipahami.
Jenis-jenis munasabah ini berkaitan dengan berbagai ragam cara yaitu:
a)      Hubungan antara satu surat dengan surat sebelumnya.
b)      Hubungan antara nama surat dengan isi atau tujuan surat.
c)      Hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surat.
d)     Hubungan antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam satu surat.
e)      Hubungan antara kalimat lain dalam satu ayat.
f)       Hubungan antara fashilah dengan isi ayat.
g)      Hubungan antara penutup surat dengan awal surat berikutnya.
Pada penjelasan tersebut dalam hal ini, maka penulis akan menjabarkan isi surat al-Mukminun yang berkaitan isi kandungan dan penafsiranya dengan surat al-Alaq yaitu dengan Munasabah al-Qur’an, hubungannya antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam berbeda surat.
Kandungannya pada pengklasifikasiannya nanti yaitu menuju pada memberikan kesadaran manusia akan adanya nikmat Allah dan keajaiban dalam penciptaanya, semua tidak berjalan secara sendiri tetapi ada campur tangan Allah disana. Kekuasaanya meliputi segalanya. Oleh karena itu, menelusuri ilmu itu atas pengetahuan manusia dimana ilmu yang berkaitan olh Allah, akan berkaitan pada kehidupan dunia dan seisinya.

B.     ASAL-USUL KEJADIAN MANUSIA ( Tafsir surat Al-Alaq dan Al-Mu’minun Ayat 12-17)

1.      Sejarah turunnya surat Al-‘Alaq
Nama ‘Alaq diambil nama dari kandungan arti didalam setiap ayatnya yaitu segumpal darah. Selain dinamai surat Al-‘Alaq surat ini juga di namai dengan surat Iqra’ dan Al- Qolam.[2] Surat yang terdiri atas 19 ayat ini tergolong kedalam surat Makkiyah yang diturunkan di Makkah. Surat Al-‘Alaq membicarakan tentang penciptaan manusia dari segumpal darah hingga perjalanan akhir nanti. Sehingga surat ini dapat diartikan sebagai penjelasan dan keterangan terhadap ayat terdahulu yaitu  menerangkan surat Al-Tin yang mengandung arti penciptaan manusia yang sebaik-baiknya.
Para ahli tafsir menyatakan bahwa ayat pertama sampai dengan kelima termasuk ayat-ayat yang diturunkan pertama kali oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW, yaitu pada waktu ia menyendiri (berkhalwat) di gua Hira’.[3] Pada saat itu malaikat jibril datang kepadanya dan menyuruhnya untuk membaca kelima ayat tersebut, awal yang ketiga kalinya malaikat menyuruhnya membaca yang akhirnya dapat dibacalah kelima ayat tersebut. Pada saat itu Nabi Muhammad merasa sangat berat hingga badannya bercucuran keringat dan gemetar sampai-sampai Nabi meminta istrinya Siti Khadijah untuk menyelimutinya. Pada saat itu Nabi bercerita tentang kejadian yang dialaminya kepada Siti Khadijah, kemudian dia pun menenangkan beliau dan mengajaknya menemui Waraqah yang merupakan putera pamannya Khadijah, seorang ahli kitab. Waraqah mengatakan bahwa apa yang di alami Nabi merupakan suatu wahyu sepeti yang pernah diturunkan kepada Nabi Ibrahim as, ia pun mengatakan bahwa Nabi Muhammad pada akhirnya akan di usir kaumnya.
Adapun untuk ayat yang lain seperti ayat 17 sampai 19 diturunkan berkenaan dengan kasus Abu Jahal. Ketika Rosulullah SAW sedang melaksanakan shalat datanglah Abu Jahal dan berkata: “Demi Allah engkau niscaya akan tahu bahwa dengan shalat tersebut engkau termasuk orang yang paling banyak memohon dari pada saya”.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, oleh dari kalangan ulama tidak membedakan kedudukan surat al-‘alaq walau sebagai surat yang diturunkan pertama pertama kali, Allah lah yang Maha Tahu. Namun dalam isi kandungannya terkait dengan permasalahan umat yang sedang di hadapi yang menjadikan masuk kedalam kehidupan  jahiliyah meliputi: menyekutukan Tuhan (syirik), tidak tahu siapakah diri mereka dan apa yang harus dilakuhkan, dan membiarkan membiarkan diri mereka dalam kebodohan.

2.      Tajarmahan surat Al-Alaq dan Al-Mu’minun

Berikut merupakan bunyi surat Al-Alaq:

ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ ﴿١﴾ خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ مِنْ عَلَقٍ ﴿٢﴾ ٱقْرَأْ وَرَبُّكَ ٱلْأَكْرَمُ
﴿٣﴾ ٱلَّذِى عَلَّمَ بِٱلْقَلَمِ ﴿٤﴾ عَلَّمَ ٱلْإِنسَٰنَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ﴿٥﴾ كَلَّآ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَيَطْغَىٰٓ
﴿٦﴾ أَن رَّءَاهُ ٱسْتَغْنَىٰٓ ﴿٧﴾ إِنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ ٱلرُّجْعَىٰٓ ﴿٨﴾ أَرَءَيْتَ ٱلَّذِى يَنْهَىٰ
﴿٩﴾ عَبْدًا إِذَا صَلَّىٰٓ ﴿١۰﴾ أَرَءَيْتَ إِن كَانَ عَلَى ٱلْهُدَىٰٓ ﴿١١﴾ أَوْ أَمَرَ بِٱلتَّقْوَىٰٓ
﴿١٢﴾ أَرَءَيْتَ إِن كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰٓ ﴿١٣﴾ أَلَمْ يَعْلَم بِأَنَّ ٱللَّهَ يَرَىٰ
﴿١٤﴾ كَلَّا لَئِن لَّمْ يَنتَهِ لَنَسْفَعًۢا بِٱلنَّاصِيَةِ ﴿١٥﴾ نَاصِيَةٍ كَٰذِبَةٍ خَاطِئَةٍ ﴿١٦﴾
فَلْيَدْعُ نَادِيَهُۥ ﴿١٧﴾ سَنَدْعُ ٱلزَّبَانِيَةَ ﴿١٨﴾ كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَٱسْجُدْ وَٱقْتَرِب ۩ ﴿١٩َ

1.     Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.
2.     Dia telah Menciptakan manusiadari segumpal darah.
3.     Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling Pemurah.
4.     Yang mengajar (manusia)dengan perantara kalam.Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
5.     Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup.
6.     Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu).
7.     Bagaimana pendapatmu tentan orang yang melarang?
8.     Seorang hamba ketika dia mengerjakan shalat.
9.     Bagaiman pendapatmu jika orang yag melarang tersebut di atas kebenaran,
10.                        Atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?
11.                        Bagaiman pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling?
12.                        Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatan?
13.                        Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian)niscaya kami tarik ubun-ubunnya.
14.                        (yaitu)bun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.
15.                        Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolonngnya),
Kelak kami akan memanggil malaikat Zabaniyah,
16.  Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya, dan sujud-lah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).

Berikut kandungan surat Al-Mu’minun: 12-14, yang berbunyi:

وَ لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسانَ مِنْ سُلالَة مِنْ طينٍ الْعِظام﴿٤ ١﴾
ثُمَّ جَعَلْناهُ نُطْفَةً في‏ قَرارٍ مَكين﴿ ٢٤﴾
ثم النطفة علقة فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظاماً فَكَسَوْنَا ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً
لحما ثم انشأ ناه خلقا اخر فتبارك الله احسن الخالقين﴿٤ ٣﴾
ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذلِكَ لَمَيِّتُونَ﴿٤٤﴾
 ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُون﴿٥٤﴾

41.Dan sesungguhnya kami telah menciptakan saripati yang (berasal) dari tanah.
42. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
43. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal daging, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan gading.
44. Kemudian Kami jadikan makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik.kemudian sesudah itu benar-benar kamu akan mati.
45. kemudian sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan di bangkitkan.

3.      Keterkaitan penafsiran pada kandungan ayat antara keduannya

a.      Penafsiran dari ayat-ayat Al-Alaq
                              Penafsiran pertama, Secara harfiah kata qara’ (قْرَأْ) disini berarti menghimpun huruf-huruf dan kalimat yang satu dengan kalimat lainnya dan membentuk suatu bacaan. Menurut al-Maraghi secara harfiah ayat tersebut diartikan “ jadilah engkau seorang yang dapat membaca berkat kekuasaan dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu, walaupun sebelumnya engkau tidak dapat melakuhkannya”.[4] Selain itu ayat ini mengandung perintah agar manusia memiliki keimanan, yaitu berupa keyakinan terhadap adanya kekuasaan dan kehendak Allah, juga mengandung pesan tentang sumber ilmu pengetahuan. Pada ayat tersebut Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad SAW agar membaca, dalam hal ini bukan hanya bacaan yang diterangkan pada ayat-ayat Allah yang tertulis tetapi ayat-ayat Allah yang tidak tertulis meliputi alam jagad raya dan pada diri manusia. Berupa ilmu yang meliputi ilmu sosial, ilmu IPA, ilmu Psikologi, Ilmu Syariah dll. Dimana ilmu-ilmu tersebut merupakan dari Allah. Manusia hanya menemukan dan memanfaatkan ilmu-ilmu tersebut yang di gunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan demikian ayat pertama surat al-Alaq berkaitan dengan sasaran  tujuan pendidikan.
v  Kedua, ayat berbunyi,
      Secara harfiah al-‘alaq menurut al-Asfahani berarti al- damm al-jamid yang berarti darah yang membeku. Menurutnya ayat tersebut menjelaskan bahwa Dialah (Allah) yang menjadikan manusia dari segumpal darah menjadikakhluk yang paling mulia, dan selanjutnya Allah memberikan potensi untuk berinteraksi dengan jagad raya ini yang bergerak dengan kekuasaan Allah, karena itu menjadilah makhluk yang sempurna, yang dapat menguasai bumi dan segala isinya. Kekuasaan Allah telah diperlihatkan ketika Dia meberika kemampuan untuk membaca kepada Nabi Muhammad SAW, sekalipun sebelum itu ia belum pernah membaca.
Dalam ayat ini dapat kita ketahui betapa pentingnya memahami asal-usul dan proses kejadian manusia dengan berbagai kemampuan yang ada pada dirinya. Penjelasan yang lain diperkokoh dan diterangkan dalam Qs. Al-Mu’minun: 12-14 yang akan di bahas pada halaman selajutnya.
       Dari apa yang telah dijelaskan tak lain bersangkutan dalam adanya pembinaan pendidikan dimana jasmani dan rohani perlu dibentuk untuk menjadi karakter manusia yang matang sehingga keduannya dapat berjalan seimbang malahirkan manusia yang seutuhnya. Pembentukkan karakter ini membutuhkan sebuah arahan dalam menumbuhkan, mengarahkan, membina dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang ada pada diri manusia. Adapun yang dimaksud berupa pelajaran agama digunakan sebagai pembinaan dalam agama atau kerohanian, matematika digunakan pembinaan dalam berpikir, pelajaran sejarah digunakan sebagai pembentukan soisalisasi masyarakat ataupun negara dan masih banyak yang lainnya.
v  Ketiga ayat berbunyi,
       Menurut al-Maraghi bahwa pengulangan kata iqra’ (ٱقْرَأْ), didasarkan pada alasan bahwa membaca itu tidak akan membekas dalam jiwa kecuali dengan di ulang-ulang untuk menjadi suatu kebiasaan.[5] Perintah Tuhan untuk mengulang-ulang dalam membaca berarti mengulangi pula dengan apa yang dibaca karena dengan di ulang-ulang itulah yang membuat manusia itu dapat paham dan mengerti bacaan apa yang terkait didalamnya. Kata iqra’ seperti yang telah di ungkapkan diatas mengandung arti yang sangat luas yaitu berupa menganalisis, menyimpulkan dan me mbuktikan. Hal ini merupakan proses membuat dan memindahkan ilmu dari bentuk satu kebentuk lain. Sehingga ilmu dapat meluas menjadi beberapa bentuk dan sifat yang di inginkan yang dapat membantu manusia dalam perkembangan berpikir. Sedang di hubungkan antara ‘iqra dengan sifat Tuhan yang Maha Mulia yang berarti Allah memuliakan siapa saja yang mengharapkan pemberian dari-Nya, yaitu dengan membaca.[6]
v  Keempat ayat yang berbunyi
       Kata al-qalam berarti potongan dari sesuatu yang agak keras seperti kuku dan kayu, secara khusus digunakan untuk menulis. Sedang dalam tafsir al-Maraghi menjelaskan bahwa Dia-lah Allah yang menjadikan qalam sebagai media yang digunakan manusia untuk memahami sesuatu, sebagaimana memahami dalam ucapan. Al-qalam merupakan suatu yang tidak berwujud keras ataupun mengandung unsur kehidupan namun digunakan sebagai memahami sifat allah, dengan al-qalam manusia dapat memahami masalah yang sulit, dapat memahami pengetahuan yang lebih dari dia  ketahui sehingga menjadi seorang manusia yang sempurna, karena Allah memiliki kekuasaan untuk memberikannya. Dengan bantuan al-qalam ini manusia dapat mengenal sesuatu yang tidak sebelumnya ia pelajari. Namun al-qalam yang dapat di artikan sebagai alat tulis ini, kini berkembang menjadi alat-alat tehnologi yang di pergunakan sebagai mengenal adanya ke Maha besaran Allah seperti halnya yang dapat kita ketahui sekarang ini, alat-alat yang disebut sebagai al-qalam bukanlah alat yang hanya dapat digunakan menulis tetapi dapat berupa merekam ataupun menyimpan seperti dapat di contohkan kamera, HP, komputer, vidio Compact Disc, yang kemudian alat-alat ini berkembang sebagai tehnologi dalam pendidikan.
v  Keenam, dengan bunyi ayat:
Mulai dari ayat keenam hingga ayat ketiga belas surat ini menjelaskan sifat-sifat negatif yang dimiliki manusia, yaitu sifat-sifat yang melampaui batas, merasa dirinya sudah cukup, merasa tidak membutuhkan orang lain, menghalangi manusia berbuat baik. Ayat ini menjelaskan pada keadaan Abu Jahal yang saat itu ia menghalangi Nabi Muhammad mengerjakan shalat, ia berpaling dari kebenaran dan seorang yang berdusta. Dengan demikian ayat tersebut menjelaskan dari ayat-ayat sebelumnya yang menceritakan asal-usul kejadian manusia.[7]
v  Ketujuh, dengan ayat yang berbunyi:
Dari mulai ayat ketujuh belas sampai pada kesembilan belas berbicara tentang kekusaan Allah dan balasan-Nya yang akan diberikan Allah kepada orang yang berbuat jahat. Allah Maha mengetahui tentang apa saja yang mereka lakuhkan walaupun dengan sembunyi-sembunyi. Mereka yang berbuat buruk akan mendapatkan balasan yang sepadan dengan apa yang mereka lakuhkan. Oleh sebab itulah  Allah mengingatkan manusia pada ayat ini yaitu mengingatkan mereka manusia agar selalu tunduk dan patuh pada-Nya. Selain dari apa yang dimaksud dari kandungan surat tersebut, memberitakan adanya prilaku manusia yang berbuat jahat yang terkadang sikapnya di tampakkan seperti seorang yang benar.
Setelah ayat-ayat Al-Alaq menjelaskan tentang sebuah permulaan  bagaimana Allah SWT menerangkan tentang cara “membaca” sebagai bagian ilmu pengetahuan manusia dalam memulai menggali ilmu dalam dunia sama seperti halnya, juga menyangkup dalam penciptaan seorang makhluk lain berupa manusia yang berpengaruh dalam perkembangan ilmu pendidikan dan kecanggihan pengetahuan yang terus dituntut untuk dapat menyeimbangi kebenaran yang ada dalam setiap ayat-ayat Al-Qur’an tersebut.

b.      Penafsiran kandungan ayat Al-Mu’minun
Dalam mengartikan ayat ini terjadi beberapa pendapat dalam pengartiannya untuk mendapatkan penafsiran yang benar dan benar-benar menuju apa yang ada tepat pada sasaran obyek yang di tunjuk berikut penafsirannya:
Berbagai  pendapat ulama tentang siapa yang di maksud dengan (الْإِنْسانَal-insan / manusia  pada ayat 12 di atas, ada yang berpendapat yang di maksud Adam tetapi berdasarkan keterangan Kami menjadikannya Nutfah  maka dapat di pahami bahwa bukan hanya Adam saja tetapi anak keturunan Adam pun mengalami hal yang serupa ketika berada dalam kandungan.
Begitupun di dukung dengan kata al-insan  yang di maksud sejenis manusia yang di teruskan dengan ayat (سُلالَة مِنْ طينٍsulalah min thin / sari pati dari tanah yang merupakan bahan penciptaan Adam. Alasan ini begitu kuat bahwa makanan manusia berasal dari hewan ataupun tumbuhan yang berasal dari tanah, sehingga yang di tuju dalam hal ini adalah seluruh anak Adam as.[8]
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Musa dari Nabi sholallahu ‘alahi wasallam , ia bersabda :

إِنَّ اللَّه خَلَقَ آدَم مِنْ قَبْضَة قَبَضَهَا مِنْ جَمِيع الْأَرْض فَجَاءَ بَنُو آدَم عَلَى
 ظَهْر الْأَرْض جَاءَ مِنْهُمْ الْأَحْمَر وَالْأَسْوَد وَبَيْن ذَلِكَ وَالْخَبِيث وَالطَّيِّب وَبَيْن ذَلِكَ
" وَقَدْ رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيّ مِنْ طُرُق عَنْ عَوْف الْأَعْرَابِيّ بِهِ نَحْوه
 وَقَالَ التِّرْمِذِيّ حَسَن صَحِيح

“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari segenggam tanah yang diambil-Nya dari seluruh bumi.  Maka manusiapun tampil sesuai dengan kondisi tanah yang menjadi asal mereka. Maka diantara mereka ada yang berkulit kemerahan, putih, hitam, dan (campuran) antara warna itu, yang buruk, baik dan percampuran antara itu. Hadist ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At Tirmidzi melalui berbagai jalur dari Auf al Arabi. Tiemidzi mengatakan bahwa hadist ini hasan Sahih”.
Lebih jelasnya  kata (سُلالَةsulalah terambil dari kata ( سل salla artinya mengambil, mencabut atau dapat di makanai sedikit. Kata sulalah berarti sedikit dari tanah yang di ambil dari sari patinya.
Kata (نطفةnuthfah yang berarti setetes yang dapat membasahi. Penggunaan kata ini sejalan dengan ilmu tehnologi yaitu pembahasan tentang pertemuan sel sperma dan ovum, berupa pertemuan ilmiah yang menginformasikan bahwa pancaran mani  sekitar dua ratus juta benih manusia yang berenang menuju sel telur dan hanya satu yang berhasil membuahinya.[9]
Kata (علقة‘alaqah terambil dari kata (علق‘alaq. Dalam kamus bahasa indonesia diartikan (a)segumpal darah yang membeku, (b)sesuatu yang seperti cacing, berwarna hitam, terdapat dalam air, yang bila diminum cacing tersebut menyangkut di tenggorokan , dan (c)sesuatu yang bergantung atau menempel. Dahulu kata ini di artikan segumpal dara, tetapi setelah kemajuan ilmu tehnologi serta maraknya penelitian, para embriologi enggan menafsirkannya dalam arti tersebut karena sesuatu yang di maksud tersebut ternyata sesuatau yang bergantung atau berdempet pada rahim dan sama sekali belum ditemukan unsur-unsur darah.
Kata (اضغةudhghah terambil dari kata (مضغةmadhagha yang berarti mengunyah yaitu sesuatau yang kadarnya kecil sehingga dapat dikunyah.
Kata (كسوناkasauna terambil dari kata (كسkasa yang berarti membungkus. Disini seseorang berdiri tercengang dan kagum terhadap kebenaran Al-Qur’an tentang hakikat pembentukan janin yang tidak diketahui secara teliti kecuali baru-baru ini yaitu berupa setelah diketahui bahwa sel daging berbeda dengan sel tulang, dan setelah terbukti bahwa sel tulang tercipta sebelum sel daging persis seperti yang di informasikan ayat di atas.[10]
Pada penganalisisan ayat di atas telah di temukan beberapa kata yang berbeda dalam menjelaskan proses kejadian manusia. Yaitu kata (خلقkhalaqa,  (جَعَلْja’ala dan (انشأansya’a. Kata khalaqa yang dari segi bahasa biasa diterjemahkan mencipta atau mengukur, yang digunakan untuk menunjuk penciptaan baik dari bahan yang telah ada sebelumnya maupun belum ada. Sedang kata ja’ala / menjadikan digunakan untuk menunjuk beralihnya sesuatau ke sesuatu yang lain, namun disisi lain di dari kata khalaqa dari penggunaaan Al-Qur’an lebih menunjukan dari arti menekankan sisi kehebatan ciptaan Allah. Di mana jika kata ja’ala  menekankan manfaat yang diperoleh dari yang di jadikan itu. Sehingganya pada firmannya ayat 14, (خَلَقْنَا النُّطْفَةkhalaqna an-nutfata ‘alaqatan dan seterusnya, maka ia berarti menjadikan. Namun karena menggunakan ‘alaqatan tekanannya disini yaitu pada kehebatan Allah dan ciptaan-Nya.
Kata (انشأansya’a mengandung makna mewujudkan sesuatau serta memelihara dan mendidiknya. Yaitu menjelaskan pada proses terakhir penciptaan manusia yang berbeda sepenuhnya dengan sifat, ciri dan keadaannya dengan apa yang ditemukan dalam proses sebelumnya. Yaitu pada nutfah dan ‘alaqah yang berbeda pada segi warna. Katakanlah kalau nutfah itu cair dan berwarna putih kekuningan, dan ‘alaqah itu kental berwarna merah, namun keduanya sama yaitu tidak dapat hidup atau berdiri sendiri yang berbeda dengan apa yang terjadi sesudah proses ansya’a.[11] Dimana yang muncul adalah manusia yang memiliki ruh, sifat kemanusiaan, potensi untuk berpengetahuan, dan rasa ingin tahu yang tinggi tentang alam semesta ini dengan kemamuan dan bekalnya. Hal ini ada karena Allah menciptakannya menjadi wujud yang nyata dengan memelihara dan mendidiknya.
Ayat di atas juga menggunakan kata penghubung yang berbeda. Berupa ( ثم stumma / kemudian dan ditambah (فfa’ yang diterjemahkan lalu atau maka. Keduanya menerangkan sesuatu setelah sesuatu yang lain, atau ada peringkat antara yang disebut sebelumnya di bandingkan dengan apa yang di sebut sesudahnya. Hanya saja kata stumma / kemudian digunakan untuk menunjukan jarak yang lebih panjang atau kedudukannya lebih tinggi bila di bandingkan dengan kata fa’ / lalu. Ada perbedaan tipis atara stumma dan fa’athaf, yaitu fungsi makna fa’ untuk tertib bersambung, sementara stumma untuk tertib terpisah.[12] Contohnya saja “si A datang kemudian B” atau “si A datang lalu si B” dapat di ambil penegertian kalimat yang pertama mengandung arti bahwa kedatangan si B relatif lama setelah kedatangan si A. Sedang kalimat yang kedua berisyarat bahwa si B datang tidak lama setelah kedatangan si A.
Dalam konteks penjelasa diatas, para ulama memahami penekana kata stumma dan fa’ tersebut bukan pada jarak waktu, tetapi kedudukannya atau peralihannya yang menakjubkan yaitu dari ‘alaqah ke mudhghah atau mudhghah ke tulang, demikian juga dari tulang hingga terbungkus daging.
Firman-Nya: (خلقااخرkhalaqan akhar / makhluk lain mengisyaratkan bahwa ada sesutau yang di anugerahkan kepada makhluk yang di bicarakannya ini yang menjadikannya ia berbeda dengan makhluk yang lain. Gorilla atau orang utan, memilki organ yang sama dengan mausia. Tetapi ia berbeda dengan manusia, karena Allah telah menganugerahkan makhluk ini ruh ciptaan-Nya yang tidak di anugerahkan kepada sisappapun kendati malaikat. Oarang utan atau apapun akan berhenti evolusinya pada kebinatangan, tetapi makhluk manusia memilki potensi yang amat besar sehingga ia dapat melanjutkan evolusinya hingga mencapai kesempurnaan makhluk.
Sementara ulama mengemukakan riwayat bahwa ketika ayat ini turun, Rosulullah SAW. Memerintahkan ‘Abdullah Ibn as-Sarih untuk menulisnya. Tetapi setelah tiba pada firman-Nya: (ثم انشأ ناه خلقا اخرstumma ansya’a nahu khalqan akhar, sang penulis berucap (فتبارك الله احسن الخالقينfatabaraka Allahu ahsanul khaliqin. Mendengar ucapan itu, Nabi saw. Bersabda; “tulislah apa yang engkau ucapkan itu, karena demikian itulah ayat ini di turunkan”.[13]
Kata (تباركtabaraka terambil dari kata (باركةbarakah yang bemakna “suatau yang mantap”. Ia juga berarti “kebajikan yang melimpah dan beraneka ragam serta berkesinambungan”. Kolam di namai birkah, karena air tertampung dalam kolam itu menetap di dalamnya tidak berceceran kemana-mana. Keberkaatn illahi datang dari arah yang tidak terduga atau di dapatkan secara material dan tidak pula dapat di batasi dan dapat di ukur.
Kata (الخالقين) al-khaliqin adalah bentuk jama’ dari kata (خالق) khaliq. Jika kata ini dapat di pahami dalam arti mengukur, cukup jelas penggunaan bentuk jamak itu, karena harus di akui bahwa banyak orang yang mengukur, bisa di ontohkan mengukur kain, atau tanah. Namun dalam ukuran Allah adalah Dia sebaik-baiknya khaliq, karena Dia yang mengukur kadar-kadarnya dengan sangat teliti, rapi dan serasi, sehingga semua semua makhluk antara lain manusiayang merupakan makhluk Allah yang untuknya di ciptakan segala yang ada di langit dan di bumi untuk dapat hidup selaras dan hidup nyaman. Sedang dengan khaliq atau pengukur kain, hanya mengukur hal-hal yang sederhana. Selanjutnya kata khalik lebih di pahami dalam arti penciptaan, sehingga dapat di artikan adanya penciptaan oleh Allah. Katakanlah orang tua ikut dalam penciptaan itu. Namun namun Allah yang hak karena Dialah yang mencipta perantar itu, dan Dia yang mengilhami untuk memperoleh anak, serta Dia pula yang menyediakan sarana untuk kehidupan ciptaan itu.
Dapat di mengerti proses kejadian yang telah dikemukakan dalam ayat di atas tadi sejalan dengan ilmu pengetahuan. Hal ini di tunjukkan oleh Allah agar timbul kesadaran dalam diri manusia, bahwa penciptaan itu ada dan semua akan kembali kepada Sang Pencipta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya kelak di akhirat.[14] Dengan kesadaran inilah yang dapat menimbulkan sikap rendah hati, merasa sama dengan manusia lain, bertanggung jawab, beribadah dan beramal sholeh.
Adapun kalimat yang berbunyi (خلقا اخرkhalqan akhar/makhluk yang berbentuk lain yang terdapat pada ayat tersebut di atas menunjukan bahwa di samping manusia memiliki unsur fisik sebagaimana ynag dimiliki makhluk yang lainnya, namun ia memiliki kemampuan. Adanya kesehatan fisik jasmani dan psikis rohani yang selanjutnya membentuk manusia atau karakter manusia. Dari sini Allah memberikan kesehatan jasmani berupa pancaindera yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, dan perabaan, adapun untuk rohani yaitu dorongan, naluri, dan kecenderungan, bersosialisasi, beragama dan bahkan berkeluarga.




BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Berdasarkan uraian kandungan dari masing-masing surat yang saling bersangkutan satu sama lain, maka dapat diambil kesimpulan yaitu sebagai berikut:
Pertama, keterkaitan kandungan surat Al-Alaq serta Al-Mukminun seperti yang sudah di bahas sebelumnya merupakan suatu ayat yang menjelaskan tentang asal-usul kejadian manusia dan berbagai sifat yang dimiliki manusia. Pembahasan seputar hal kandungan surat tersebut membantu dalam perkembangan ilmu pengetahuan yaitu berupa bagaimana cara menjauhi sifat-sifat yang buruk dari manusia, mendidik  dan memberikan arahan yang baik. Berdasarkan hal ini pula bersangkutan pada pendidikan, Islam bagaiman dapat mendidik manusia dengan di arahkan agar memiliki kesadaran dan memiliki tanggup jawab sebagai makhluk berupa beribadah kepada Allah, dan mempertanggung jawabkan perbuatannya di akhirat kelak. Untuk itu manusia juga selain di bekali tentang ilmu islam namun juga harus di bekali dan diberi wawasan ilmu umum agar dapat membantu memberikan arahan pada kehidupan dunia maupun nantinya di akhirat karena kedua ilmu tersebut manusia sama-sama membutuhkannya. Selain itu karena manusia sebagai makhluk yang di muliakan Allah dan memiliki berbagai kecenderungan, maka apa yang di arahkan harus sesuai dengan apa yang  diinginkannya tetapi berdasarkan cara yang sesuai dengan di syariat.
Kedua, surat Al-Alaq serta Al-Mukminun sama-sama mengandung dan menerangkan isi tentang kekuasaan Allah yaitu berupa penjelasan bahwasannya  Ia berkuasa untuk menciptakan manusia, serta memberikan nikmat dan karunia-Nya berupa memberikan kemampuan membaca seperti diteladani Nabi Muhammad, walaupun sebelumnya sama sekali beliau tidak bisa membaca. Penjelasan lain dari isi kandungan surat Al-Alaq merupakan penjelasan Allah yang Maha Melihat terhadap segala perbuatan yang dilakuhkan manusia serta berkuasa untuk memberikan balasan yang sama dengan apa yang diperbuat.
Ketiga, di dalam surat Al-Alaq serta Al-Mukminun tercantum seruan untuk membaca, namun yang di maksud dalam hal tersebut bukanlah hanya membaca bacaan kitab ataupun buku semata tetapi lebih dari itu yaitu dalam pengertian membaca sesuatu yang seluas-luasnya berupa membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan apa-apa yang ada seisi jagad raya ini. Mengapa demikian, karena dengan membaca ayat-ayat Allah yang tersirat dalam  Al-Quran  dapat menghasilkan ilmu pengetahuan, ilmu sains, ilmu agama, ilmu sosial dan sebagainya. Dengan cara demikian keduanya saling bersinggungan satu sama lain yang diarahkan nantinya untuk mengabdi kepada Allah. Penjelasan ini sama dengan cara dan tujuan dalam pendidikan
Keempat, kedua surat ini memberikan penjelasan perlunya suatu alat dalam melakuhkan kegiatan, seperti halnya kalam yang diperlukan dalam perkebangan ilmu pengetahuan. Kalam bukan merupakan hanya sutau alat yang dipergunakan untuk menulis semata tetapi mencangkup alat yang dapat mengakses ilmu lain secara tepat, dan al-Qur’an.
Kelima, Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang ada diatas tentang surat al-Alaq maupun Al-Mukminun membahas tentang pembicaraan yang lebih mendalam ataupu mendasar yaitu antara Tuhan, Manusia, alam jagad raya, dan kehidupan al-Qu’ran. Ke-empat masalah ini kemudian dapat melahirkan ilmu dan bidang baru seperti bidang ilmu pengetahuan ekonomi, Politik, ilmu agama. Oleh sebab itu, sejak zaman Yunani Klasik pemahaman ketiga masalah tersebut terus dimulai dan akan berakhir pada hari akhir nanti. Dari ini semualah yang kemudian cukuplah beralasan bahwa surat al-Alaq merupakan surat yang pertama kali dihubungkan. Pendidikan harus diarahkan untuk menghadapi keempat masalah pokok pendidikan. Dari pemahaman keempat masalah pokok itu  merupakan dasar, tujuan, kurang metode dan sarana pendidikan dapat di arahkan.

2.      Saran
Pada pembahasan makalah ini, memiliki latar belakang dalam mengkaji ayat pada  Al-Qur’an. Berbagai hal permasalahan dalam keterlibatan ayat-ayatnya dalam kehidupan sehari-hari, membuat kitab ini fleksibel dalam setiap zaman. Bagaimana tidak, kitab Al-Qur’an ini lah merupakan perwujudan adanya Tuhan yang Menciptakan manusia, sekaligus sebagai tanda bukti Kerasulan Nabi Muhammad SAW. Sehingga ini lah fungsi Al-Qur’an sebagai pedoman dan pegangan umat manusia ketika mengalami kegonjangan dalam kehidupan mereka. Perkembangan dunia yang semakin menuju pada kecanggihan dan kepraktisan dalam bertindak dan berpikir, tak bisa terhindar bahka terelakkan lagi. Bukan hanya dampak positif yang kita rasakan tetapi dampak negatif terhitung lebih banyak mempengaruhi diri dari masing-masing sebagai makhluk konsumen. Oleh karena itu sebagai seorang muslim yang baik, bukanlah menghindarinya ataupun anti untuk ikut mencicipi kejanggihan alat tersebut. Tetapi berpikir yang terbaik, untuk tetap mempergunakannnya pada jalan yang baik dan benar, mengambil kebaikan dari berbagai keburukan yang terdapat pada zaman ini.




DAFTAR PUSTAKA

Hasbi ash-shiddieqy Teungku M. 2000. TafsirAl-Qur’anul Majid An-Nuur.Semarang: PT Pustaka Rizki Putra
Mu’minin Iman Saiful. 2009. Kamus Ilmu Nahwu dan Sharaf. Jakarta: Amzah
Nata, Abuddin. 2010.Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Kamus Besar Bahasa Indonesia


Shihab M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati

No comments: