SEMANGAT BELAJAR: ALIRAN LINGUISTIK DARI ZAMAN KE ZAMAN SERTA - ALIRAN LINGUISTIK DI INDONESIA

Monday, 14 September 2015

ALIRAN LINGUISTIK DARI ZAMAN KE ZAMAN SERTA - ALIRAN LINGUISTIK DI INDONESIA



A.  SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK 

Studi linguistik telah mengalami tiga tahap perkembangan, yaitu tahap pertama yang disebut tahap spekulasi, tahap yang kedua disebut tahap observasi dan klasifikasi, dan tahap yang ketiga disebut dengan tahap perumusan teori. Pada tahap spekulasi, pernyataan-pernyataan tentang bahasa tidak didasarkan pada data empiris, melainkan pada dongeng atau cerita rekaan belaka. 

Umpamanya, pernyataan Andreas Kemke, seorang ahli fiolologi dari Swedia paa abad ke-17 yang menyatakan bahwa Nabi Adam dahulu berbicara bahasa Denmark, sedangkan ular berbicara dalam bahasa Prancis, adalah tidak dapat dibuktikan kebenarannya karena tidak didukung oleh bukti empiris. Begitu juga dengan pendapat suku Dayak Iban di Kalimantan yang menyatakan bahwa manusia tadinya hanya punya satu bahasa, tetapi kemudian mereka mabuk cendawan, mereka menjadi berbicara berbagai bahasa.

 Pada tahap klasifikasi dan observasi para ahli bahasa mengadakan pengamatan dan penggolongan terhadap bahasa-bahasa yang diselidiki, tetapi belum sampai pada merumuskan teori. Karena itu pekerjaan mereka belum dapat dikatakan bersifat ilmiah. Penyelidikan yang bersifat ilmiah baru dilakukan orang pada tahap ketiga, di mana bahasa yang diteliti itu bukan hanya diamati dan diklasifikasikan, tetapi juga telah dibuatkan teori-teorinya.


1.    LINGUISTIK TRADISIONAL

Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantik, sedangkan tata bahasa struktural berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Dalam merumuskan kata kerja, misalnya, tata bahasa tradisional mengatakan kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian, sedangkan kata kerja struktural menyatakan kata kerja adalah kata yang dapat berdistribusi dengan frase “dengan . . . “akan dibahas zaman per zaman, mulai dari zaman Yunani sampai menjelang munculnya linguistik modern disekitar akhir abad ke-19.


a.    Linguistik Zaman Yunani

Pada zaman Yunani pada abad ke-5 S.M. sampai abad ke-2 M, kurang lebih 600 tahun. Kebahasaan yang menjadi pertentangan para linguis pada waktu itu adalah (1) pertentangan antara fisis (alami) dan nomos (konvensi), dan (2) pertentangan analogi dan anomali.

Para filusuf Yunani apakah bahasa itu bersifat alami atau bersifat konvensi. Bersifat alami maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti diluar manusia itu sendiri. Atau dengan kata lain, setiap kata mempunyai makna secara alami, secara fisis. Misalnya, kata-kata yang disebut anomatope, atau kata yang terbentuk berdasarkan peiruan bunyi.

Kaum konvensional berpendapat bahwa bahasa bersifat konvensi. Artinya, makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi atau kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai kemungkinan bisa berubah. Onomatope menurut kaum konvensional hanyalah suatu kebetulan saja. Sebagian besar dari konsep benda, sifat, dan keadaan yang sama diungkapkan dalam bentuk kata yang berbeda.

Kaum analogi (Aristoteles dan Plato), bependapat bahwa bahasa itu bersifat teratur. Karena ada keteraturan itulah orang bisa menyusun tata bahasa. Keteraturan bahasa itu tampak misalnya, dalam pembentukan jamak bahasa Inggris: boy→boys, girl→girls, dan book→books.

 Sebaliknya, kelompok anomali berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur. Kalau bahasa itu teratur mengapa bentuk jamak bahasa Inggris child menajadi children, bukanya childs ; mengapa bentuk past tense bahasa Inggris dari write menjadi wrote, dan bukannya writed ?

Dari keterangan di atas tampak bahwa kaum anomali sejalan dengan kaum naturalis, dan kaum analogi sejalan dengan kaum konvensional. Pertentangan antara dua kelompok itu, anomali dan analogi masih berlangsung sampai sekarang, jika orang berbicara mengenai filsafat bahasa.

Dari studi bahasa pada zaman Yunani ini kita mengenal nama beberapa kaum atau tokoh yang mempunyai peranan besar dalam sudut bahasa : 


1.    Kaum Sophis
Kaum atau kelompok Sophis ini muncul pada abad ke-5 S.M. mereka dikenal dalam study bahasa antara lain karena:
a)      Mereka melakukan karja secara empiris;
b)      Mereka melakukan kerja secara pasti dngan menggunakan ukuran-ukuran tertentu;
c)      Mereka sangat mementingkan bidang retorika dalam study bahasa;
d)     Mereka membedakan tipe-tipe kallimat berdasarkan isi dan makna.
Salah seorang tokoh Sophis yaitu Phytagoras membagi kalimat mnjadi kalimat narasi, kalimat tanya, kalimat jawab, kalimat perintah, kalimat laporan, doa, dan undangan.

2.    Plato (429 – 347 S.M.)
Plato yang hidup sebelum abad Masehi itu, dalam studi bahasa terkenal, karena:
a)    Dia memperdebatkan analogi dan anomali dalam bukunya dialog. Juga mengemukakan masalah bahasa alamiah dan bahasa konversional;
b)   Dia menyodorkan bahasa yang bunyinya kira-kira : bahasa adalah pernyataan pikiran manusia dngan perantaraan anomata dan rhemata;
c)    Dialah orang yang pertama kali membedakan kata dalam onoma dan rhemma.

3.    Aristoteles (384 – 322 S.M.)
Aristoteles adalah salah seorang murid Plato. Dalm studi bahasa ia terkenal karena:
a)    Dia menambahkan satu kelas kata lagi atas pembagian yang dibuat gurunya Plato yaitu dengan syndesmoi. Jadi menurut Aristoteles ada tiga macam kelas kata yaitu onoma, rhema, dan syndesmoi. Yang dimaksud dengan desmoi adalah kata-kata yang lebih banyak berugas dalam hubungan sintaksis.
b)   Dia membedakan jenis kelamin kata (gender) menjadi tiga yaitu maskulin, feminine, dan neutrum.

4.    Kaum Stoik
Kaum stoik adalah kelompok ahli filsafat yang berkembang pada permulaan abad ke-4 S.M. dalam studi bahasa kaum stoik terkenal karena:
a)    Mereka mebedakan studi bahasa secara logika dan studi bahasa secara tata bahasa;
b)   Merekaa menciptakan istilah-istilah khusus untuk study bahasa;
c)    Mereka membedakan tiga komponen pertama dari studi bahasa, yaitu (1) tanda, symbol, sign atau semainomen (2) makna, (3) hal-hal diluar bahasa yaitu benda atau situasi;
d)   Mereka membedakan legein yaitu bunyi yang merupakan bagian  dari fonologi tetapi tidak bermakna, dalam dan propheretal yaitu ucapan bunyi bahasa yang mengandung makna;
e)    Mereka membagi jenis kata menjadi empat yaitu kata benda, kata kerja, syndismoi, dan arthoron yaitu kata-kata yang menyatakan jenis kelamin dan jumlah;
f)    Mereka membedakan adanya kata kerja komplit dan kata kerja tidak komplit serta kata kerja aktif dan kata kerja pasif.

5.    Kaum Alexandrian
Kaum Alexandrian menganut paham analogi dalam studi bahasa. Oleh karena itulah dari mereka kita mewarisi sebuah buku tata bahasa yang disebut Tata Bahasa Dionysius Thrax sebagai hasil mereka dalam menyelidiki kereguleran bahasa Yunani. Buku Doinysius Thrax ini lahir lebih kurang tahun 1000 S.M. buku ini diterjemahkan kedalam bahasa latin oleh Remmius Palaemon pada permulaan abad pertama masehi dengan judul Ars Grammatika. Buku inilah yang kemudian dijadikan model dalam penyusunan buku tata bahasa Eropa lainnya. Karena sifatnya mentradisi, maka buku-buku tata bahasa tersebut kini dikenal dengan sebutan tata bahasa tradisonal. Jadi, cikal bakal tata bahasa tradisionl itu berasal dari buku Doinysius Thrax itu.

Sezaman denagn sarjana-sarjana Yunani di atas, di India pada tahun 400 S.M. Panini, seorang sarjana Hindu, telah menyusun lebih kurang 4000 pemerian tentang struktur bahasa snaskerta dengan prinsip-prinsip dan gagasan-gagasan yang masih dipakai dalam linguistik modern. 


b.   Zaman Romawi
Studi bahasa dalam zaman Romawi dapat dianggap kelanjutan dari zaman Yunani, sejalan dengan jatuhnya Yunani dan munculnya Kerajaan Romawi. Boleh dikatakan orang Romawi mendapat pengalaman dalam bidang linguitik dari rang Yunani, seperti telah disebutkan pada awal abad pertama Remmius Palaemon telah menerjemahkan tata bahasa Dionysius Thrax ke dalam bahasa Latin dengan judul Ars Grammatika.

Tokoh yang terkenal pada zaman Romawi yaitu, Varro (116-27 S.M.) dengan karyanya De Lingua Latina dan Priscia dengan karyanya Institutiones Grammaticae.  

1.    Varro dan “ De Lingua Latina
                        Dalam buku De Lingua Latina yang terdiri dari 25 jilid,  Varro masih juga meperdebatkan masalah analogi dan anomali seperti pada zaman Stoik di Yunani.

a) Etimologi, adalah cabang linguistik yang menyelidiki asal-usul kata berserta artinya. Dalam bidang ini Varro mencatat adanya perubahan bunyi yang terjadi dari zaman ke zaman, dan perubahan makna kata. Perubahan bunyi misalnya dari kata duellum  menjadi belum artinya “perang” . Perubahan makna misalnya kata hostis yang semula berarti orang “asing”, kemudian menjadi “musuh” .Kelemahan Varro dalam bidang etimologi ini adalah dia menganggap kata-kata Latin dan Yunani yang berebentuk sama adalah pinjaman langsung.

b) Morfologi, adalah cabang linguistik yang mempelajari kata dan pembentukannya. Menurut Varro dalam bahasa Latin ada kata-kata yang terjadi secara analogi, dan ada juga yang terjadi secara anomali. Dalam menyusun kelas kata, Varro membagi kelas kata Latin dalam empat bagian yaitu:

v Kata benda, termasuk kata sifat, yakni kata yang disebut berinfleksi kasus.
v Kata kerja yakni kata yang membuat pernyataan, yang berinfleksi “tense”.
v Partisipel, yakni kata yang meghubungkan (dalam sintaksis kata benda dan kata kerja), yang berinfleksi kasus dan “tense”.
v Adverbium, yakni kata yang mendukung (anggota bawahan dari kata kerja), yang tidak berinfleksi.

  Tentang kasus kalau dalam bahasa Yunani ada lima buah, maka dalam bahasa Latin menurut Varro ada enam buah, yaitu: (1) nominatives, yakni berbentuk primer atau pokok; (2) genetivus yaitu bentuk yang menyatakan kepunyaan; (3) daivus, yaitu bentuk yang menyatakan menerima; (4) akusativus, yaitu bentuk yang menyatakan objek; (5) Vokativus, yaitu bentuk sebagai sapaan atau panggilan; dan (6) ablatives, yaitu bentuk yang menyatakan asal.

Mengenai deklinasi, yaitu perubahan bentuk kata berkenaan dengan kategori, kasus, jumlah dan jenis, Varro membedakan adanya dua macam deklinasi, yaitu deklinasi naturalis dan deklinasi voluntaris. Yang dimaksud deklinasia naturalis adalah perubahan yang bersifat alamiah, sebab perubahan itu dengan sendirinya dan sudah berpola. Deklinasi ini pada umumnya bersifat regler dan biasanya sudah dapat diketahui pemakai bahasa dengan serta merta tanpa ragu-ragu. Sebaliknya, deklanasi voluntaris perubahannya terjadi secara morfologis bersifat selektif pilihan dan mana suka. Jadi, bersifat ireguler. 

2.    Institutiones Grammaticae atau Tata Bahasa Priscia

Dalam sejarah studi bahasa, buku tata bahas Priscia ini,  yang terdiri dari 18 jilid (16 jilid mengenai morfologi dan 2 jilid mengenai sintaksis) dianggap sangat penting, karena:
a)   Merupakan buku tata bahasa Latin yang yang paling lengkap yang dituturkan oleh pembicara aslinya;
b)   Teori-teori tata bahasanya merupakan tonggak-tonggak utama pembicaraan bahasa secara tradisional.

Sebagai buku tata bahasa tradisional, buku ini secara nyata dan pasti menggunakan semantik atau makna sebagai norma utama pembahasan bahasa. Beberapa segi yang patut dibicarakan mengenai buku itu, antara lain:

a)          Fonologi. Dalam bidang fonologi pertama-tama dibicarakan tulisan atau huruf yang disebut litterae. Yang dimaksud dengan litterae ini adalah bagian terkecil dari bunyi yang dapat dituliskan. Nama-nama huruf itu disebut figurae, sedangkan nilai bunyi itu disebut otestas. Bunyi itu dibedakan menjadi empat macam, yaitu: (1) vox partikulata, bunyi yang diucapkan untuk membedakan makna; (2) vox artikulata, yaitu bunyi yang tidak diucapkan untuk menunjukkan makna; (3) vox litterata, yaitu bunyi yang dapat dituliskan baik yang artikulata maupun yang martikulata; dan (4) vox illitterata, yaitu bunyi yang tidak dapat dituliskan.

b) Morfologi .Dalam bidang ini dibicarakan, antara lain mengenai dictio atau kata. Kata dibedakan atas delapan jenis yang disebut partes orationis. Kedelapan jenis itu adalah: 1) nomen, termasuk kata benda 2) verbum, kata yang dikenai perbuatan, 3) participium, kata yang selalu berderivasi dari verbum, 4) pronomen, kata yang dapat menggantikan nomen 5) adverbium, kata-kata yang secara sintaksin dan semantik, 6) praepositio, kata-kata yang terletak di depan yang dikenai pekerjaan, 7) interjection, kata-kata yang menyatakan perasaan,sikap dan fikiran ,dan 8) conjuctio, kata penghubung.

c) Sintaksis. Bidang ini membicarakan yang disebut aratio, yaitu tata susun kata yang berselaras dan menunjukkan kalimat itu selesai.

 c. Zaman Pertengahan

Studi bahasa di Eropa pada abad pertengahan mendapat perhatian penuh terutama oleh para filusuf skolastik, dan bahasa Latin menjadi lingua franca, karena dipakai sebagai bahasa gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan. Dari zaman pertengahan ini yang patut dibicarakan dalam studi bahasa, antara lain, adalah peranan kaum modistae, tata bahasa Spekulativa, dan Petrus Hispanus.

Kaum Modistae ini masih pula membicarakan pertentangan antara fisis dan nomos, dan pertentangan antara analogi dan anomaly. Mereka menerima konsep analogi karena menurut mereka bahasa itu bersifat regular dan bersifat universal.

Tata Bahasa Spekulativa, merupakan hasil integrasi deskripsi grammatika bahasa Latin ke dalam filsafat skolastik. Semua bahasa akan mempunyai kata untuk konsep yang sama, dan semua bahasa akan menyatakan kesamaan jenis kata dan kategori-kategori gramatikal lainnya. Salah seorang gramatikus dari zaman ini adalah Petter Hellas.

Petrus Hispanus . Beliau pernah menjadi paus, yaitu tahun 1276-1277 dengan gelar Paus Johannes XXI. Bukunya berjudul Summulae Logicales. Peranannya dalam bidang lingustik yaitu:

a)      Dia telah memasukka psikologi dalam analisis makna bahasa.
b)      Dia telah membedakan nomen atas dua macam, yaitu nomen substantivum dan nomen adjectivum.
c)    Dia juga telah membedakan partes orationaes atas categorematik dan syntategorematik. Categorematik adalah semua bentuk yang menjadi subjek. Sedangkan syntategorematik adalah semua bentuk tutur lainnya.  


d. Zaman Renaisans

Zaman Renaisans adalah zaman pembukaan abad pemikiraan abad modern. Dalam sejarah studi bahasa ada 2 hal zaman ini yang menonjol, yaitu : (1) Selain menguasai bahasa Latin, sarjana-sarjana pada waktu itu juga menguasai bahasa Yunani, bahasa Ibrani dan bahasa Arab, (2) Selain bahasa-bahasa di atas juga bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa, dan malah juga perbandingan.

e.    Menjelang Lahirnya Linguistik Modern

 Sejak awal telah disebut bahwa Ferdinand de Saussure dianggap sebagai Bapak Linguistik Modern. Masa antara lahirnya linguistik modern dengan masa berakhirnya zaman Renaisans ada satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah studi bahasa. Tonggak itu adalah dinyatakannya adanya hubungan kekerabatan antara bahasa Sanskerta dengan bahasa-bahasa Yunani, Latin, dan bahasa-bahasa Jerman lainnya.



2. LINGUISTIK STRUKTURALIS

Linguistik strukturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Tokoh-tokoh di dalam lingustik strukturalis antara lain :

a.    Ferdinand de Saussure
          Ferdinan de Saussure (1857 – 1913) diangap sebagai bapak linguistik modern berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya Course de Linguistique Generale yang disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally dan Albert Schehay tahun 1915.

 Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep :
1)  Telaah sinkronik dan diakronik, 2) perbedaan langue dan parole, 3) perbedaan sifnifiant dan signifie, dan 4) hubungan sigtagmatik dan paradigmatik.

b.  Aliran Praha
          Aliran ini terbentuk pada tahun 1926 atas prakarsa salah seorang tokohnya yaitu Vilem Mathesius (1882 – 1945). Tokoh-tokoh lainnya yaitu Nikolai S. Trubetskoy, Roman Jakobson dan Morris Halle.

Dalam bidang fonologi aliran praha inilah yang pertama-tama membedakan dengan tegas akan fonetik dan fonologi. Fonetik mempelajari bunyi-bunyi itu sendiri, sedangkan fonologi mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam suatu sistem.

c.   Aliran Glosematik
Aliran ini lahir di Denmark, tokohnya antara lain Louis Hjemslev (1899 – 1965), yang meneruskan ajaran Ferdinand de Saussure.

Sejalan dengan pendapat de Saussure, Hjemslev menganggap bahasa itu mengandung 2 segi, yaitu segi ekspresi (menurut de Saussure : signifie) dan segi isi (menurut de Saussure : signifie) sehingga diperoleh (1) forma ekspresi, (2)  substansi ekspresi, (3) forma isi, dan (4) substansi ini.

d. Aliran Firthian
John F. Firth (1890 – 1960) guru besar pada Universitas London sangat terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pertataran fonetis.

Ada 3 macam pokok prosodi, yaitu :
1)  Prosodi yang menyangkut gabungan fonem 2)  Prosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda 3)  Prosodi yang realisasi fonetisnya melampaui satuan yang lebih besar dari pada fonem-fonem suprasegmental. 


e.  Linguistik Sistemik
M.A.K Halliday adalah seorang murid Firth yang mengembangkan teori Firth mengenai bahasa, khususnya yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa.

Pokok-pokok pandangan sistemik linguistiks adalah :
1)  Fungsi kemasyarakatan bahasa. 2)  Bahasa sebagai “pelaksana”. 3)  Pemerian ciri-ciri bahasa tertentu berserta variasi-variasinya. 4) Mengenal adanya gradasi dan kontinum. 5)  Tiga  tataran utama bahasa yaitu :

SUBTANSI
FORMA
SITUASI
Subtansi Fonik
Subtansi Grafis
Fonologi
Grafologi
Leksis
Gramatika
Konteks
Tesis Situasi Langsung
Situasi Luas



f. Leonard Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Leonard Bloomfield (1877 – 1949) terkenal dengan bukunya yang berjudul Language (terbit pertama kali tahun 1933).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya aliran ini, antara lain:
1). Pada masa itu para linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama yaitu banyak sekali bahasa Indian di amerika yang belum diperikan.
2). Sikap Bloomfied yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu di Amerika, yaitu filsafat behaviorisme.
3). Diantara linguis-linguis itu ada hubungan yang baik, karena adanya The Linguistics Society of America  yang menerbitkan majalah Language.

g. Aliran Tagmemik
Aliran ini dipelopori oleh Kenneth L. Pike. Seorang tokoh dari Summer Institute of Linguistics yang mewarisi pandangan-pandangan Bloomfield sehingga aliran ini bersifat strukturalis tetapi juga antroplogis. Menurut aliran ini satuan dasar dari sintaksis adalah tagmem (kata yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti “susunan”). Tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut.

3.      LINGUISTIK TRANSFORMAL DAN ALIRAN-ALIRAN      SESUDAHNYA

 Berikut ini adalah beberapa model-model dalam tata bahasa :

a.  Tata Bahasa Transformasi
Tata bahasa transformasi lahir dengan buku Noam Chomsky berjudul Syntatic Structure tahun 1957. Menurut Chomsky tata bahasa harus memenuhi 2 syarat, yaitu:

1). Kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut.
 2). Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala tertentu saja dan harus sejajar dengan teori linguistik tertentu.
Tata bahasa dari setiap bahasa terdiri dari 3 komponen, yaitu :
1). Komponen sintaksis adalah “sentral” dari tata bahasa , karena komponen inilah yang menentukan arti kalimat, dan menggambarkan aspek kreativitas bahasa.
2). Komponen semantik adalah memberikan interpretasi semantik pada deretan unsur yang dihasilkan oleh sub komponen dasar.
3). Komponen fonologis adalah memberikan interprestasi fonologi pada deretan unsur yang dihasilkan oleh kaidah transformasi.

b.  Semantik Generatif
Postal, Lakof, Mc Crawly dan Kiparsky adalah tokoh-tokoh yang terkenal dengan sebutan kaum semantik generatif.
Menurut teori generatif semantik, struktur semantik dan struktur sintaksis bersifat homogen, untuk menghubungkan kedua struktur cukup dengan kaidah tranformasi saja.

c.  Tata Bahasa Kasus
Tata bahasa kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karangannya berjudul “The Case for Case” tahun 1968. Dalam karangannya Fillmore membagi kalimat menjadi 2 :
1) Modalitas (dapat berupa negasi, kala, aspek, adverbia)
2) Proposisi (terdiri dari verba serta kasus)

d.Tata Bahasa Relasional (1970-an)
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain, David M. Perlmutter dan Paul M. Postal. Sama halnya dengan tata bahasa transformasi, tata bahasa relasional juga berusaha mencari kaidah kesemestaan bahasa.


4. TENTANG LINGUISTIK DI INDONESIA

a.  Pada awalnya penelitian bahasa di Indonesia dilakukan oleh para ahli    Belanda dan Eropa lainnya, dengan tujuan untuk pemerintahan kolonial.
     Penelitian bahasa pada zaman kolonial kebanyakan hanya bersifat    observasi dan klasifikasi, belum bersifat ilmiah karena belum merumuskan teori.

b. Konsep-konsep linguistik modern seperti yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure sudah bergema sejak awal abad XX namun tampaknya gema konsep tersebut tiba di Indonesia pada akhir tahun lima puluhan. Pendidikan formal linguistik di fakultas sastra dan di lembaga-lembaga pendidikan guru sampai akhir tahun lima puluhan masih terpaku pada konsep-konsep bahasa tradisional yang bersifat normatif. Perubahan baru terjadi, lebih tepat disebut perkenalan konsep-konsep linguistik modern. Yang pertama dikenalkan yaitu konsep fonem, morfem, frase dan klausa dalam pendidikan formal linguistik di Indonesia yang sebelumnya konsep tersebut sebagai satuan lingual yang belum dikenal, yang dikenal hanyalah satuan kata dan kalimat.

c. Sesuai dengan fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan dan bahasa negara, maka bahasa Indonesia tampaknya menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik dewasa ini, baik dalam negri maupun luar negeri. Secara nasional bahasa Indonesia telah mempunyai sebuah buku tata bahasa baku dan sebuah kamus besar yang disusun oleh pakar yang handal.

d. Penyelidikan terhadap bahasa-bahasa daerah indonesia dan bahasa nasional Indonesia, banyak pula dilakukan orang di luar negeri.

f. Sesuai fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan , dan bahasa negara, maka bahasa Indonesia tampaknya menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik dewasa ini baikdidalam negeri maupundi luar negeri.




REFERENSI :

Chaer, Abduh. Linguistik Umum. (Jakarta :  PT Rineka Cipta ,1994), hlm .332.

No comments: