A. SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK
Studi linguistik telah
mengalami tiga tahap perkembangan, yaitu tahap pertama yang disebut tahap
spekulasi, tahap yang kedua disebut tahap observasi dan klasifikasi, dan tahap
yang ketiga disebut dengan tahap perumusan teori. Pada tahap spekulasi,
pernyataan-pernyataan tentang bahasa tidak didasarkan pada data empiris, melainkan
pada dongeng atau cerita rekaan belaka.
Umpamanya, pernyataan Andreas
Kemke, seorang ahli fiolologi dari Swedia paa abad ke-17 yang menyatakan bahwa
Nabi Adam dahulu berbicara bahasa Denmark, sedangkan ular berbicara dalam
bahasa Prancis, adalah tidak dapat dibuktikan kebenarannya karena tidak
didukung oleh bukti empiris. Begitu juga dengan pendapat suku Dayak Iban di
Kalimantan yang menyatakan bahwa manusia tadinya hanya punya satu bahasa,
tetapi kemudian mereka mabuk cendawan, mereka menjadi berbicara berbagai
bahasa.
Pada tahap klasifikasi dan observasi para ahli
bahasa mengadakan pengamatan dan penggolongan terhadap bahasa-bahasa yang
diselidiki, tetapi belum sampai pada merumuskan teori. Karena itu pekerjaan
mereka belum dapat dikatakan bersifat ilmiah. Penyelidikan yang bersifat ilmiah
baru dilakukan orang pada tahap ketiga, di mana bahasa yang diteliti itu bukan
hanya diamati dan diklasifikasikan, tetapi juga telah dibuatkan teori-teorinya.
1.
LINGUISTIK TRADISIONAL
Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan
filsafat dan semantik, sedangkan tata bahasa struktural berdasarkan struktur
atau ciri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Dalam merumuskan
kata kerja, misalnya, tata bahasa tradisional mengatakan kata kerja adalah kata
yang menyatakan tindakan atau kejadian, sedangkan kata kerja struktural
menyatakan kata kerja adalah kata yang dapat berdistribusi dengan frase “dengan
. . . “akan dibahas zaman per zaman, mulai dari zaman Yunani sampai menjelang
munculnya linguistik modern disekitar akhir abad ke-19.
a.
Linguistik
Zaman Yunani
Pada zaman Yunani pada abad ke-5 S.M. sampai
abad ke-2 M, kurang lebih 600 tahun. Kebahasaan yang menjadi pertentangan para
linguis pada waktu itu adalah (1) pertentangan antara fisis (alami) dan nomos
(konvensi), dan (2) pertentangan analogi dan anomali.
Para filusuf Yunani apakah bahasa itu bersifat
alami atau bersifat konvensi. Bersifat alami maksudnya bahasa itu mempunyai
hubungan asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti
diluar manusia itu sendiri. Atau dengan kata lain, setiap kata mempunyai makna
secara alami, secara fisis. Misalnya, kata-kata yang disebut anomatope, atau
kata yang terbentuk berdasarkan peiruan bunyi.
Kaum konvensional berpendapat bahwa bahasa
bersifat konvensi. Artinya, makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil
tradisi atau kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai kemungkinan bisa berubah. Onomatope
menurut kaum konvensional hanyalah suatu kebetulan saja. Sebagian besar dari
konsep benda, sifat, dan keadaan yang sama diungkapkan dalam bentuk kata yang
berbeda.
Kaum analogi (Aristoteles dan Plato),
bependapat bahwa bahasa itu bersifat teratur. Karena ada keteraturan itulah
orang bisa menyusun tata bahasa. Keteraturan bahasa itu tampak misalnya, dalam
pembentukan jamak bahasa Inggris: boy→boys, girl→girls, dan book→books.
Sebaliknya, kelompok anomali berpendapat bahwa
bahasa itu tidak teratur. Kalau bahasa itu teratur mengapa bentuk jamak bahasa
Inggris child menajadi children, bukanya childs ; mengapa
bentuk past tense bahasa Inggris dari write menjadi wrote, dan
bukannya writed ?
Dari keterangan di atas tampak bahwa kaum
anomali sejalan dengan kaum naturalis, dan kaum analogi sejalan dengan kaum
konvensional. Pertentangan antara dua kelompok itu, anomali dan analogi masih
berlangsung sampai sekarang, jika orang berbicara mengenai filsafat bahasa.
Dari studi bahasa pada zaman Yunani ini kita
mengenal nama beberapa kaum atau tokoh yang mempunyai peranan besar dalam sudut
bahasa :
1. Kaum Sophis
Kaum atau kelompok Sophis ini muncul pada abad
ke-5 S.M. mereka dikenal dalam study bahasa antara lain karena:
a)
Mereka melakukan karja secara
empiris;
b)
Mereka melakukan kerja secara
pasti dngan menggunakan ukuran-ukuran tertentu;
c)
Mereka sangat mementingkan
bidang retorika dalam study bahasa;
d)
Mereka membedakan tipe-tipe
kallimat berdasarkan isi dan makna.
Salah
seorang tokoh Sophis yaitu Phytagoras membagi kalimat mnjadi kalimat narasi,
kalimat tanya, kalimat jawab, kalimat perintah, kalimat laporan, doa, dan
undangan.
2. Plato (429 – 347 S.M.)
Plato yang hidup sebelum abad
Masehi itu, dalam studi bahasa terkenal, karena:
a)
Dia memperdebatkan analogi dan
anomali dalam bukunya dialog. Juga mengemukakan masalah bahasa alamiah dan
bahasa konversional;
b)
Dia menyodorkan bahasa yang
bunyinya kira-kira : bahasa adalah pernyataan pikiran manusia dngan perantaraan
anomata dan rhemata;
c)
Dialah orang yang pertama kali
membedakan kata dalam onoma dan rhemma.
3.
Aristoteles
(384 – 322 S.M.)
Aristoteles adalah salah seorang murid Plato.
Dalm studi bahasa ia terkenal karena:
a)
Dia menambahkan satu kelas
kata lagi atas pembagian yang dibuat gurunya Plato yaitu dengan syndesmoi. Jadi
menurut Aristoteles ada tiga macam kelas kata yaitu onoma, rhema, dan
syndesmoi. Yang dimaksud dengan desmoi adalah kata-kata yang lebih banyak berugas
dalam hubungan sintaksis.
b)
Dia membedakan jenis kelamin
kata (gender) menjadi tiga yaitu maskulin, feminine, dan neutrum.
4.
Kaum
Stoik
Kaum stoik adalah kelompok ahli filsafat yang
berkembang pada permulaan abad ke-4 S.M. dalam studi bahasa kaum stoik terkenal
karena:
a)
Mereka mebedakan studi bahasa
secara logika dan studi bahasa secara tata bahasa;
b)
Merekaa menciptakan
istilah-istilah khusus untuk study bahasa;
c)
Mereka membedakan tiga
komponen pertama dari studi bahasa, yaitu (1) tanda, symbol, sign atau semainomen
(2) makna, (3) hal-hal diluar bahasa yaitu benda atau situasi;
d)
Mereka membedakan legein
yaitu bunyi yang merupakan bagian dari
fonologi tetapi tidak bermakna, dalam dan propheretal yaitu ucapan bunyi bahasa
yang mengandung makna;
e)
Mereka membagi jenis kata
menjadi empat yaitu kata benda, kata kerja, syndismoi, dan arthoron yaitu
kata-kata yang menyatakan jenis kelamin dan jumlah;
f)
Mereka membedakan adanya kata
kerja komplit dan kata kerja tidak komplit serta kata kerja aktif dan kata
kerja pasif.
5.
Kaum
Alexandrian
Kaum Alexandrian menganut paham analogi dalam
studi bahasa. Oleh karena itulah dari mereka kita mewarisi sebuah buku tata
bahasa yang disebut Tata Bahasa Dionysius Thrax sebagai hasil mereka
dalam menyelidiki kereguleran bahasa Yunani. Buku Doinysius Thrax ini
lahir lebih kurang tahun 1000 S.M. buku ini diterjemahkan kedalam bahasa latin
oleh Remmius Palaemon pada permulaan abad pertama masehi dengan judul Ars Grammatika.
Buku inilah yang kemudian dijadikan model dalam penyusunan buku tata bahasa
Eropa lainnya. Karena sifatnya mentradisi, maka buku-buku tata bahasa tersebut
kini dikenal dengan sebutan tata bahasa tradisonal. Jadi, cikal bakal
tata bahasa tradisionl itu berasal dari buku Doinysius Thrax itu.
Sezaman denagn sarjana-sarjana Yunani di atas,
di India pada tahun 400 S.M. Panini, seorang sarjana Hindu, telah menyusun
lebih kurang 4000 pemerian tentang struktur bahasa snaskerta dengan
prinsip-prinsip dan gagasan-gagasan yang masih dipakai dalam linguistik modern.
b.
Zaman
Romawi
Studi bahasa dalam zaman Romawi dapat dianggap
kelanjutan dari zaman Yunani, sejalan dengan jatuhnya Yunani dan munculnya
Kerajaan Romawi. Boleh dikatakan orang Romawi mendapat pengalaman dalam bidang
linguitik dari rang Yunani, seperti telah disebutkan pada awal abad pertama
Remmius Palaemon telah menerjemahkan tata bahasa Dionysius Thrax ke
dalam bahasa Latin dengan judul Ars Grammatika.
Tokoh yang terkenal pada zaman Romawi yaitu,
Varro (116-27 S.M.) dengan karyanya De
Lingua Latina dan Priscia dengan karyanya Institutiones Grammaticae.
1.
Varro
dan “ De Lingua Latina “
Dalam
buku De Lingua Latina yang terdiri dari 25 jilid, Varro masih juga meperdebatkan masalah
analogi dan anomali seperti pada zaman Stoik di Yunani.
a) Etimologi, adalah cabang linguistik
yang menyelidiki asal-usul kata berserta artinya. Dalam bidang ini Varro
mencatat adanya perubahan bunyi yang terjadi dari zaman ke zaman, dan perubahan
makna kata. Perubahan bunyi misalnya dari kata duellum menjadi belum artinya “perang” . Perubahan makna
misalnya kata hostis yang semula berarti orang “asing”, kemudian menjadi “musuh”
.Kelemahan Varro dalam bidang etimologi ini adalah dia menganggap kata-kata
Latin dan Yunani yang berebentuk sama adalah pinjaman langsung.
b) Morfologi, adalah cabang linguistik
yang mempelajari kata dan pembentukannya. Menurut Varro dalam bahasa Latin ada
kata-kata yang terjadi secara analogi, dan ada juga yang terjadi secara
anomali. Dalam menyusun kelas kata, Varro membagi kelas kata Latin dalam empat
bagian yaitu:
v
Kata benda, termasuk kata
sifat, yakni kata yang disebut berinfleksi kasus.
v
Kata kerja yakni kata yang
membuat pernyataan, yang berinfleksi “tense”.
v
Partisipel, yakni kata yang
meghubungkan (dalam sintaksis kata benda dan kata kerja), yang berinfleksi
kasus dan “tense”.
v
Adverbium, yakni kata yang
mendukung (anggota bawahan dari kata kerja), yang tidak berinfleksi.
Tentang kasus kalau dalam bahasa Yunani
ada lima buah, maka dalam bahasa Latin menurut Varro ada enam buah, yaitu: (1) nominatives,
yakni berbentuk primer atau pokok; (2) genetivus yaitu bentuk yang
menyatakan kepunyaan; (3) daivus, yaitu bentuk yang menyatakan menerima;
(4) akusativus, yaitu bentuk yang menyatakan objek; (5) Vokativus,
yaitu bentuk sebagai sapaan atau panggilan; dan (6) ablatives, yaitu
bentuk yang menyatakan asal.
Mengenai deklinasi, yaitu perubahan bentuk kata berkenaan dengan kategori,
kasus, jumlah dan jenis, Varro membedakan adanya dua macam deklinasi, yaitu
deklinasi naturalis dan deklinasi voluntaris. Yang dimaksud deklinasia
naturalis adalah perubahan yang bersifat alamiah, sebab perubahan itu dengan
sendirinya dan sudah berpola. Deklinasi ini pada umumnya bersifat regler dan
biasanya sudah dapat diketahui pemakai bahasa dengan serta merta tanpa
ragu-ragu. Sebaliknya, deklanasi voluntaris perubahannya terjadi secara
morfologis bersifat selektif pilihan dan mana suka. Jadi, bersifat ireguler.
2.
Institutiones Grammaticae
atau Tata Bahasa Priscia
Dalam sejarah studi bahasa, buku tata bahas
Priscia ini, yang terdiri dari 18 jilid
(16 jilid mengenai morfologi dan 2 jilid mengenai sintaksis) dianggap sangat
penting, karena:
a)
Merupakan buku tata bahasa
Latin yang yang paling lengkap yang dituturkan oleh pembicara aslinya;
b)
Teori-teori tata bahasanya
merupakan tonggak-tonggak utama pembicaraan bahasa secara tradisional.
Sebagai
buku tata bahasa tradisional, buku ini secara nyata dan pasti menggunakan
semantik atau makna sebagai norma utama pembahasan bahasa. Beberapa segi yang
patut dibicarakan mengenai buku itu, antara lain:
a)
Fonologi.
Dalam bidang fonologi pertama-tama dibicarakan tulisan atau huruf yang disebut litterae.
Yang dimaksud dengan litterae ini adalah bagian terkecil dari bunyi yang
dapat dituliskan. Nama-nama huruf itu disebut figurae, sedangkan nilai
bunyi itu disebut otestas. Bunyi itu dibedakan menjadi empat macam,
yaitu: (1) vox partikulata, bunyi yang diucapkan untuk membedakan makna;
(2) vox artikulata, yaitu bunyi yang tidak diucapkan untuk menunjukkan
makna; (3) vox litterata, yaitu bunyi yang dapat dituliskan baik yang
artikulata maupun yang martikulata; dan (4) vox illitterata, yaitu bunyi
yang tidak dapat dituliskan.
b) Morfologi .Dalam bidang ini
dibicarakan, antara lain mengenai dictio atau kata. Kata dibedakan atas
delapan jenis yang disebut partes orationis. Kedelapan jenis itu adalah:
1) nomen, termasuk kata benda 2) verbum, kata yang dikenai
perbuatan, 3) participium, kata yang selalu berderivasi dari verbum, 4)
pronomen, kata yang dapat menggantikan nomen 5) adverbium, kata-kata
yang secara sintaksin dan semantik, 6) praepositio, kata-kata yang
terletak di depan yang dikenai pekerjaan, 7) interjection, kata-kata yang
menyatakan perasaan,sikap dan fikiran ,dan 8) conjuctio, kata
penghubung.
c)
Sintaksis. Bidang ini membicarakan yang disebut aratio, yaitu
tata susun kata yang berselaras dan menunjukkan kalimat itu selesai.
c. Zaman Pertengahan
Studi bahasa di Eropa pada
abad pertengahan mendapat perhatian penuh terutama oleh para filusuf skolastik,
dan bahasa Latin menjadi lingua franca, karena dipakai sebagai bahasa
gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan. Dari zaman pertengahan
ini yang patut dibicarakan dalam studi bahasa, antara lain, adalah peranan kaum
modistae, tata bahasa Spekulativa, dan Petrus Hispanus.
Kaum Modistae
ini masih pula membicarakan pertentangan antara fisis dan nomos, dan
pertentangan antara analogi dan anomaly. Mereka menerima konsep analogi karena
menurut mereka bahasa itu bersifat regular dan bersifat universal.
Tata Bahasa Spekulativa,
merupakan hasil integrasi deskripsi grammatika bahasa Latin ke dalam filsafat
skolastik. Semua bahasa akan mempunyai kata untuk konsep yang sama, dan semua
bahasa akan menyatakan kesamaan jenis kata dan kategori-kategori gramatikal
lainnya. Salah seorang gramatikus dari zaman ini adalah Petter Hellas.
Petrus Hispanus .
Beliau pernah menjadi paus, yaitu tahun 1276-1277 dengan gelar Paus Johannes
XXI. Bukunya berjudul Summulae Logicales. Peranannya dalam bidang
lingustik yaitu:
a)
Dia telah memasukka psikologi
dalam analisis makna bahasa.
b)
Dia telah membedakan nomen
atas dua macam, yaitu nomen substantivum dan nomen adjectivum.
c)
Dia juga telah membedakan
partes orationaes atas categorematik dan syntategorematik. Categorematik adalah
semua bentuk yang menjadi subjek. Sedangkan syntategorematik adalah semua
bentuk tutur lainnya.
d. Zaman Renaisans
Zaman Renaisans adalah zaman
pembukaan abad pemikiraan abad modern. Dalam sejarah studi bahasa ada 2 hal zaman
ini yang menonjol, yaitu : (1) Selain menguasai bahasa Latin, sarjana-sarjana
pada waktu itu juga menguasai bahasa Yunani, bahasa Ibrani dan bahasa Arab, (2)
Selain bahasa-bahasa di atas juga bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat
perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa, dan malah juga
perbandingan.
e. Menjelang Lahirnya Linguistik Modern
Sejak awal telah
disebut bahwa Ferdinand de Saussure dianggap sebagai Bapak Linguistik Modern.
Masa antara lahirnya linguistik modern dengan masa berakhirnya zaman Renaisans
ada satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah studi bahasa. Tonggak itu
adalah dinyatakannya adanya hubungan kekerabatan antara bahasa Sanskerta dengan
bahasa-bahasa Yunani, Latin, dan bahasa-bahasa Jerman lainnya.
2. LINGUISTIK
STRUKTURALIS
Linguistik strukturalis
berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang
dimiliki bahasa itu. Tokoh-tokoh di dalam lingustik strukturalis antara lain :
a. Ferdinand de Saussure
Ferdinan
de Saussure (1857 – 1913) diangap sebagai bapak linguistik modern berdasarkan
pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya Course de Linguistique
Generale yang disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally dan Albert
Schehay tahun 1915.
Pandangan
yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep :
1) Telaah
sinkronik dan diakronik, 2) perbedaan langue dan parole, 3) perbedaan
sifnifiant dan signifie, dan 4) hubungan sigtagmatik dan paradigmatik.
b. Aliran Praha
Aliran ini terbentuk pada tahun 1926
atas prakarsa salah seorang tokohnya yaitu Vilem Mathesius (1882 – 1945).
Tokoh-tokoh lainnya yaitu Nikolai S. Trubetskoy, Roman Jakobson dan Morris
Halle.
Dalam bidang fonologi
aliran praha inilah yang pertama-tama membedakan dengan tegas akan fonetik dan
fonologi. Fonetik mempelajari bunyi-bunyi itu sendiri, sedangkan fonologi
mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam suatu sistem.
c. Aliran
Glosematik
Aliran ini lahir di
Denmark, tokohnya antara lain Louis Hjemslev (1899 – 1965), yang meneruskan
ajaran Ferdinand de Saussure.
Sejalan dengan pendapat de Saussure,
Hjemslev menganggap bahasa itu mengandung 2 segi, yaitu segi ekspresi (menurut
de Saussure : signifie) dan segi isi (menurut de Saussure : signifie)
sehingga diperoleh (1) forma ekspresi, (2) substansi ekspresi, (3) forma
isi, dan (4) substansi ini.
d. Aliran Firthian
John F. Firth (1890 –
1960) guru besar pada Universitas London sangat terkenal karena teorinya
mengenai fonologi prosodi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan
arti pertataran fonetis.
Ada 3 macam pokok
prosodi, yaitu :
1) Prosodi yang
menyangkut gabungan fonem 2) Prosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda 3)
Prosodi yang realisasi fonetisnya melampaui satuan yang lebih besar dari pada
fonem-fonem suprasegmental.
e. Linguistik
Sistemik
M.A.K Halliday adalah
seorang murid Firth yang mengembangkan teori Firth mengenai bahasa, khususnya
yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa.
Pokok-pokok pandangan
sistemik linguistiks adalah :
1) Fungsi
kemasyarakatan bahasa. 2) Bahasa sebagai “pelaksana”. 3) Pemerian
ciri-ciri bahasa tertentu berserta variasi-variasinya. 4) Mengenal adanya
gradasi dan kontinum. 5) Tiga tataran utama bahasa yaitu :
SUBTANSI
|
↔
|
FORMA
|
↔
|
SITUASI
|
Subtansi Fonik
Subtansi Grafis
|
Fonologi
Grafologi
|
Leksis
Gramatika
|
Konteks
|
Tesis Situasi
Langsung
Situasi Luas
|
f. Leonard Bloomfield
dan Strukturalis Amerika
Leonard Bloomfield (1877
– 1949) terkenal dengan bukunya yang berjudul Language (terbit pertama kali
tahun 1933).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
berkembangnya aliran ini, antara lain:
1). Pada masa itu para
linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama yaitu banyak sekali bahasa
Indian di amerika yang belum diperikan.
2). Sikap Bloomfied
yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada
masa itu di Amerika, yaitu filsafat behaviorisme.
3). Diantara
linguis-linguis itu ada hubungan yang baik, karena adanya The Linguistics
Society of America yang menerbitkan
majalah Language.
g. Aliran Tagmemik
Aliran ini dipelopori
oleh Kenneth L. Pike. Seorang tokoh dari Summer Institute of Linguistics yang
mewarisi pandangan-pandangan Bloomfield sehingga aliran ini bersifat
strukturalis tetapi juga antroplogis. Menurut aliran ini satuan dasar dari
sintaksis adalah tagmem (kata yang berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “susunan”). Tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot
dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk
mengisi slot tersebut.
3. LINGUISTIK TRANSFORMAL DAN ALIRAN-ALIRAN SESUDAHNYA
Berikut ini adalah beberapa model-model dalam
tata bahasa :
a. Tata Bahasa
Transformasi
Tata bahasa
transformasi lahir dengan buku Noam Chomsky berjudul Syntatic Structure
tahun 1957. Menurut Chomsky tata bahasa harus memenuhi 2 syarat, yaitu:
1). Kalimat yang
dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa
tersebut.
2). Tata bahasa tersebut harus berbentuk
sedemikian rupa, sehingga istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala
tertentu saja dan harus sejajar dengan teori linguistik tertentu.
Tata bahasa dari setiap
bahasa terdiri dari 3 komponen, yaitu :
1). Komponen sintaksis
adalah “sentral” dari tata bahasa , karena komponen inilah yang menentukan arti
kalimat, dan menggambarkan aspek kreativitas bahasa.
2). Komponen semantik adalah
memberikan interpretasi semantik pada deretan unsur yang dihasilkan oleh sub
komponen dasar.
3). Komponen fonologis
adalah memberikan interprestasi fonologi pada deretan unsur yang dihasilkan
oleh kaidah transformasi.
b. Semantik
Generatif
Postal, Lakof, Mc
Crawly dan Kiparsky adalah tokoh-tokoh yang terkenal dengan sebutan kaum
semantik generatif.
Menurut teori generatif
semantik, struktur semantik dan struktur sintaksis bersifat homogen, untuk
menghubungkan kedua struktur cukup dengan kaidah tranformasi saja.
c. Tata Bahasa
Kasus
Tata bahasa kasus
pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karangannya berjudul
“The Case for Case” tahun 1968. Dalam karangannya Fillmore membagi kalimat
menjadi 2 :
1) Modalitas (dapat berupa negasi, kala,
aspek, adverbia)
2) Proposisi (terdiri dari verba serta
kasus)
d.Tata Bahasa
Relasional (1970-an)
Tokoh-tokoh aliran ini
antara lain, David M. Perlmutter dan Paul M. Postal. Sama halnya dengan tata
bahasa transformasi, tata bahasa relasional juga berusaha mencari kaidah
kesemestaan bahasa.
4. TENTANG LINGUISTIK
DI INDONESIA
a. Pada awalnya
penelitian bahasa di Indonesia dilakukan oleh para ahli Belanda dan Eropa lainnya, dengan tujuan
untuk pemerintahan kolonial.
Penelitian bahasa pada zaman kolonial
kebanyakan hanya bersifat observasi
dan klasifikasi, belum bersifat ilmiah karena belum merumuskan teori.
b. Konsep-konsep
linguistik modern seperti yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure sudah
bergema sejak awal abad XX namun tampaknya gema konsep tersebut tiba di
Indonesia pada akhir tahun lima puluhan. Pendidikan formal linguistik di
fakultas sastra dan di lembaga-lembaga pendidikan guru sampai akhir tahun lima
puluhan masih terpaku pada konsep-konsep bahasa tradisional yang bersifat
normatif. Perubahan baru terjadi, lebih tepat disebut perkenalan konsep-konsep
linguistik modern. Yang pertama dikenalkan yaitu konsep fonem, morfem, frase
dan klausa dalam pendidikan formal linguistik di Indonesia yang sebelumnya
konsep tersebut sebagai satuan lingual yang belum dikenal, yang dikenal
hanyalah satuan kata dan kalimat.
c. Sesuai dengan
fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan dan bahasa negara, maka
bahasa Indonesia tampaknya menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik
dewasa ini, baik dalam negri maupun luar negeri. Secara nasional bahasa Indonesia
telah mempunyai sebuah buku tata bahasa baku dan sebuah kamus besar yang
disusun oleh pakar yang handal.
d. Penyelidikan
terhadap bahasa-bahasa daerah indonesia dan bahasa nasional Indonesia, banyak
pula dilakukan orang di luar negeri.
f. Sesuai fungsinya
sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan , dan bahasa negara, maka bahasa
Indonesia tampaknya menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik dewasa ini
baikdidalam negeri maupundi luar negeri.
REFERENSI :
Chaer, Abduh. Linguistik Umum. (Jakarta : PT Rineka Cipta ,1994), hlm .332.
No comments:
Post a Comment