BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Tercatat dalam sejarah bahwa Imam Abu Bakar al-Naisaburi (w.324 H)
sebagai orang pertama melahirkan ilmu munasabah di Baghdad. Syekh
‘Izzuddin Ibn ‘Abd al-Salam (w. 660 H) menilai munasabah sebagai ilmu
yang baik.
Menurut al-Suyuthi (w. 911 H), orang pertamayang mengeluarkan munasabah adalah
Syeikh Abu Bakar al-Nasiaburi. Apabila Al-Qur’an dibacakan kepadanya, ia
bertanya mengapa ayat ini ditempatkan disamping ayat sebelumnya dan apa hikmah
surat ini di tempatkan disamping surat sebelahnya. Bahkan, ia mencela para
ulama Bagdad karena mereka tidak mengetahui ilmu munasabah.
Seorang muslim, tidak dapat menghindarkan diri
dari keterikatannya dengan Al-Quran. Seorang muslim mempelajari Al-Quran tidak
hanya mencari “kebenaran” ilmiah, tetapi juga mencari isi dan kandungan
Al-Quran. Begitu juga dengan telaah tentangmunasabahyang
merupakan bagian dari telaah Al-Quran. Seluruh usaha membeberkan berbagai
bentuk hubungan dan kemirip-miripan dalam Al-Quran adalah tidak terlepas dari
usaha membuktikan bahwa Al-Quran sebagai “sesuatu yang luar biasa”.
B.
Rumusan
Masalah
Makalah akan membahas perihal yang
berkaitan dengan :
1.
Apa pengertian Munasabah al-Qur’an ?
2.
Bagaimana Urgensi Munasabah ?
3.
Apa saja macam-macam Munasabah dan penjelasannya?
C. Tujuan
Mengingat urgensi dari ilmu munasabah itu
sangatlah penting, dalam menelaah Al-Quran, maka tujuan dari makalah ini
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian ilmu Munasabah.
2.
Untuk mengetahui pendapat Ulama disekitar
ilmu munasabah.
3.
Untuk mengetahui macam-macam ilmu munasabah.
D. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah
ilmu munasabah ini adalah :
1.
Dapat mengetahui pengertian ilmu munasabah.
2.
Dapat mengetahui pendapat-pendapat para Ulama di
sekitar ilmu munasabah.
3.
Dapat mengetahui macam-macam ilmu munasabah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN MUNASABAH
Secara etimologis al-munasabab berarti
al-musyakalah dan al-muqarabah yang berarti “ saling menyerupai” dan saling
mendekati.” Secara terminologis, al-munasabah berarti adanya keserupaan dan
kedekatan di antara berbagai ayat, surat, dan kalimat yang mengakibatkan adanya
hubungan. Hubungan tersebut bisa terbentuk keterkaitan makna ayat-ayat dan
macam-macam hubungan atau keniscayaan dalam pikiran, seperti hubungan sebab dan
musabbab, hubungan kesetaraan, dan hubungan perlawanan.
B.
URGENSI MUNASABAH
Pengetahuan tentang munasabahAl-Qur’an terutama bagi seorang
mufasir sangatlah urgen. Diantara urgensinya sebagai berikut.
1.
Menemukan
makna yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan
surat-surat Al-Qur’an sehingga bagian-bagian dari Al-Qur’an saling berhubungan
dan tampak menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral.
2.
Mempermudah
pemahaman Al-Qur’an. Misalnya ayat enam dari surat al-fatihah yang artinya,
“Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus“ disambung dengan ayat tujuh yang
artinya “Yaitu jalan orang-orang yang engkau anugerahi nikmat atas mereka. “
Antara keduanya terdapat hubungan penjelasan bahwa jalan yang lurus dimaksud
adalah jalan orang-orang yang telah mendapat nikmat dari Allah SWT.
3.
Memperkuat
keyakinan atas kebenarannya sebagai wahyu dari Allah. Meskipun Al-Qur’an yang
terdiri atas 6236 ayat dan diturunkan, ditempat, keadaan, dan kasus yang berbeda
dalam rentang waktu dua puluh tahun lebih, namun dalam susunannya terdapat
makna yang berupa hubungan yang kuat antara satu bagian dengan bagian lainnya.
4.
Menolak
tuduhan bahwa susunan Al-qur’an kacau. Tuduhan ini misalnya muncul karena
penempatan surat al-Fatihah pada awal Musshaf sehingga surat inilah yang
pertama dibaca. Padahal, dalam sejarah, lima ayat pertama dari surat al-‘Alaq
sebagai ayat-ayat pertama turun kepada Nabi SAW. Akan tetapi, Nabi menetapkan
letak al-fatihah di awal Musshaf yang kemudian disusul dengan surat al-Baqarah.
Setelah didalami, ternyata dalam urutan ini terdapat Munasabah.Surat
Al-fatihah mengandung unsur-unsur pokok dari syariat Islam dan pada Surat ini
termuat doa manusia untuk memohon petunjuk kejalan yang lurus. Dengan demikian,
surat al-Fatihah merupakan titik bahasan yang akan di perinci pada surat
berikutnya, al-Baqarah. Dengan menemukan munasabah tersebut, ternyata susunan
ayat-ayat dan surat-surat al-Qur’an tidak kacau akan tetapi mengandung makna
yang dalam.
C.
MACAM-MACAM MUNASABAH
Munasabah terbagi
menjadi beberapa macam, yaitu munasabah antara surat dengan surat,
munasabbah antara surat dengan kandungannya, munasabah antara kalimat dengan
kalimat, munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat, munasabah antara
awal uraian dengan akhir uraian surat, dan munasabah antara akhir surat dengan
awal surat berikutnya.
1. Munasabah Antara Surat dengan Surat
Surat-surat
yang ada di dalam al-Qur’an mempunyai munasabah. Sebab surat yang datang
kemudian menjelaskan sebagian hal yang disebutkan secara gelobal pada surat
sebelumnya.
2.
Munasabah Antara Kalimat dengan Kalimat dalam Satu Surat
Nama-nama
surat yang ada di dalam al-Qur’an memiliki kaitan dengan pembahsan yang ada
dalam surat.
3.
Munasabah Antara Kalimat
dengan Kalimat dalam Satu Surat
Munasabah antara kalimat dalam Al-Qur’an adakalanya memakai huruf athaf
(kata hubungan) dan adakalanya tidak. Munasabah yang memakai huruf athaf
(kata hubung) biasanya mengambil bentuk tadhad (berlawanan). Misalnya
pada ayat :
“ Dia mengetahui apa yang masuk kedalam bumi dan apa yang keluar
darinya. “ (Q.S. Al-Hadid (57): 4)
“dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki)”(Q.S.
Al-Baqarah (2):245)
Kata ßkÎ=t (masuk) dengan ßlãøs (keluar) dan âÙÎ6ø)t (menyempitkan) dengan Ý+Áö6t(melapangkan) dinilai sebagai ‘alaqah (hubungan) berupa perlawanan.
Sementara itu munasabah yang tidak memakai huruf ‘athaf
(penghubung), sandarannya adalah qarinahma’nawiyyah (indikasi maknawi).
Aspek ini bisa muncul dalam beberapa bentuk sebagai berikut :
a.
At-Tanzir (membandingkan dua hal yang sebanding menurut kebiasaan orang yang
berakal). Misalnya :
“sebagaimana tuhanmu menyuruhmupergi dari rumahmu dengan
kebenaran.”(QS.Al-Anfal(8):5)
Ayat sebelumnya adalah:
“mereka itulah orang- orang
mukmin dengan sebenarnya,”( QS Al-Anfal(8):4)
Di sini ada dua keadaan
yang sebanding. Sebagaimana mereka sungguh-sungguh benci atas keluarganya Nabi
memenuhi perintah Allah, demikian pula mereka sungguh-sungguh tidak menentang
Rasul lagi setelah benar-benar beriman.
b. Al-Mudhaddah (berlawanan).
Misalnya:
“sesungguhnya orang-orang kafir sama saja engkau beri ingat mereka atau
tidak engkau beri ingat, mereka tidak akan beriman. “ (QS. Al-Baqarah
(2):6).
Munasabahnya
adalah bahwa ayat ini menerangkan watak orang kafir, sedangkan di ayat
sebelumnya Allah menerangkan watak orang mukmin.
c. Al-Istithrad
( peralihan kepada penjelasan lain). Misalnya:
“hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa
adalah yang paling baik. Demikian itu merupakan sebagian dari tanda-tanda
Allah, mudah-mudahan kamu selalu ingat.” (QS. Al-A’raf(7):26)
Ayat ini menjelasakan
nikmat Allah, sedangkan ditengahnya dijumpai sebutan pakaian takwa yang
mengalihkan perhatian untuk menoleh kepada banyaknya unsur takwa dan
berpakaian.
d. Al-Takhallush
(peralihan). Peralihan di sini adalah
peralihan yang terus-menerus dan tidak kembali lagi pada pembicara pertama.
Misalnya dalam surat Al-A’raf mulai dari ayat 59 sampai ayat 157. Ayat-ayat ini
mulai mengisahkan umat-umat dan anbi-nabi terdahulu secara bertahap beralih
terus sampai kepada kisah nabi Musa AS dan berakhir pada orang-orang pengikut
nabi yang Ummi, Muhammad SAW.
4.
Munasabah antara ayat
dengan ayat dalam satu surat
Munasabah
dalam bentuk ini secara jelas dapat dilihat dalam surat-surat pendek. Misalnya:
Al-Ikhlas, masing-masing ayat pada surat itu menguatkan tema pokoknya tentang
keesaan Tuhan.
5.
Munasabah antara
penutup ayat dengan isi ayat
Munasabah
di sini bisa bertujuan:
a. Tamkin
(peneguhan). Misalnya:
“dan Allah menghalau orang-orang kafir yang keadaan mereka penuh
kejengkelan, mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan
orang-orang mukmin dari peperangan. Dan Allah adalah maha kuat lagi maha
perkasa.” (QS. Al-Ahzab (33):25)
Sekiranya ayat ini
terhenti pada, “dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan,”
niscaya maknanya bisa dipahami orang-orang lemah sejalan dengan pendapat
orang-orang kafir yang mengira bahwa mereka mundur dari peperangan karena angin
yang kebetulan tertiup. Padahal, tertiupnya angin bukan sesuatu yang kebetulan,
tetapi atas rencana Allah mengalahkan musuh-musuhnya dan musuh kaum Muslim.
Karena itu, ayat ini ditutup dengan mengingatkan kekuatan dan kegagahan Allah
SWT menolong kaum Muslim.
b. Tashdir
(pengembalian). Misalnya:
“dan mereka memikul dosa-dosa mereka di atas punggung mereka. Ingatlah
amat buruk apa yang mereka pikul itu.” QS. Al-An’am (6):31)
Ayat ini ditutup dengan
kata untuk membuatnya sajenis dengan kata dalam ayat tersebut.
c. Tausyih
(penyelepangan). Misalnya:
“satu tanda (kekuasaan Allah) bagi mereka adalah malam. Kami tanggalkan
siang dari malam itu, maka tiba-tiba mereka berada dalam kegelapan.” (QS.Yasin
(36):37)
Dalam permulaan ayat
ini terkandung penutupannya. Sebab, hilangnya siang akan timul kegelapan. Ini
berarti bahwa kandungan awalayat telah menujukkan akhirnya sehingga awal ayat
seolah-olah memakai selempang bertanda bagi akheratnya.
d. Ighal
(penjelasan tambahan dan penajaman makna). Misalnya:
“sesungguhnya, kamu tidak dapat menjadikan orang-orang mati mendengar
dan tidak pula orang-orang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah
berpaling membelakang.”(QS.Al-Naml (27):80)
Kandungan ayat ini
sebenarnya sudah jelas sampai kata Al-Du’a (panggilan). Akan tetapi, untuk
lebih mempertajam dan mempertandas makna, ayat itu diberi sambungan sebagai
penjelasan tambahan.
6.
Munasabah antara awal
uraian surat dengan akhir uraian surat
Munasabah ini dapat
dilihat misalnya pada surat Al-Qashash. Permulaan surat menjelaskan perjuangan
nabi Musa di akhir surat memberikan kabar gembira kepada nabi Muhammad SAW.
Yang menghadapi tekanan dari kaumnya, dan akan mengembalikannya ke Makkah. Di awal
surat, larangan menolong orang yang berbuat dosa dan di akhir surat larangan
menolong orang kafir. Munasabah di sini terletak pada kesamaan situasi yang
dihadapi dan sama-sama mendapat jaminan dari Allah SWT. Misal lain adalah awal
surat Al-Mukminun
“sesungguhnya, beruntunglah orang-orang mukmin.’’
Dan satu ayat sebelum
akhirsurat yang sama :
“sesungguhnya, orang-orang kafir tiada beruntung.’’
7.
Munasabah antara akhir
satu surat dengan awal surat berikut
Di antara yang jelas
munasabahnya adalah antara awal surat Al-Hadid (57) yang berbunyi:
“sesungguhnya
yang berada dilangit dan yang berada di bumi mustasbih kepada Allah. Dan dia
maha gagah dan maha bijaksana.”
Dan akhirnya surat
Al-Waqi’ah (56) yang berbunyi:
“maka
bertasbihlah dengan nama Tuhanmu yang maha mulia.’’
Munasabahnya
adalah antara perintah bertasbih pada akhir surat Al-Waqi’ah dan keterangan
tentang bertasbihnya semua yang ada di langit dan bumi pada awal surat
Al-Hadid.
No comments:
Post a Comment