SEMANGAT BELAJAR: PENGERTIAN MUNASABAH AYAT AL-QURAN, SEMANGAT BELAJAR

Wednesday, 2 March 2016

PENGERTIAN MUNASABAH AYAT AL-QURAN, SEMANGAT BELAJAR



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.
Tercatat dalam sejarah bahwa Imam Abu Bakar al-Naisaburi (w.324 H) sebagai orang pertama melahirkan ilmu munasabah di Baghdad. Syekh ‘Izzuddin Ibn ‘Abd al-Salam (w. 660 H) menilai munasabah sebagai ilmu yang baik. Menurut al-Suyuthi (w. 911 H), orang pertamayang mengeluarkan munasabah adalah Syeikh Abu Bakar al-Nasiaburi. Apabila Al-Qur’an dibacakan kepadanya, ia bertanya mengapa ayat ini ditempatkan disamping ayat sebelumnya dan apa hikmah surat ini di tempatkan disamping surat sebelahnya. Bahkan, ia mencela para ulama Bagdad karena mereka tidak mengetahui ilmu munasabah.
Seorang muslim, tidak dapat menghindarkan diri dari keterikatannya dengan Al-Quran. Seorang muslim mempelajari Al-Quran tidak hanya mencari “kebenaran” ilmiah, tetapi juga mencari isi dan kandungan Al-Quran. Begitu juga dengan telaah tentangmunasabahyang merupakan bagian dari telaah Al-Quran. Seluruh usaha  membeberkan berbagai bentuk hubungan dan kemirip-miripan dalam Al-Quran adalah tidak terlepas dari usaha membuktikan bahwa Al-Quran sebagai “sesuatu yang luar biasa”.

B.     Rumusan Masalah
Makalah akan membahas perihal yang berkaitan dengan :
1.      Apa pengertian Munasabah al-Qur’an ?
2.      Bagaimana Urgensi Munasabah ?
3.      Apa saja macam-macam Munasabah dan penjelasannya?

C.    Tujuan
Mengingat urgensi dari ilmu munasabah itu sangatlah penting, dalam menelaah Al-Quran, maka tujuan dari makalah ini sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian ilmu Munasabah.
2.      Untuk  mengetahui pendapat Ulama disekitar ilmu munasabah.
3.      Untuk mengetahui macam-macam ilmu munasabah.
D.    Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ilmu munasabah ini adalah :
1.      Dapat mengetahui pengertian ilmu munasabah.
2.      Dapat mengetahui pendapat-pendapat para Ulama di sekitar ilmu munasabah.
3.      Dapat mengetahui macam-macam ilmu munasabah.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN MUNASABAH
Secara etimologis al-munasabab berarti al-musyakalah dan al-muqarabah yang berarti “ saling menyerupai” dan saling mendekati.” Secara terminologis, al-munasabah berarti adanya keserupaan dan kedekatan di antara berbagai ayat, surat, dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan. Hubungan tersebut bisa terbentuk keterkaitan makna ayat-ayat dan macam-macam hubungan atau keniscayaan dalam pikiran, seperti hubungan sebab dan musabbab, hubungan kesetaraan, dan hubungan perlawanan.

B.     URGENSI MUNASABAH
Pengetahuan tentang munasabahAl-Qur’an terutama bagi seorang mufasir sangatlah urgen. Diantara urgensinya sebagai berikut.
1.      Menemukan makna yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan surat-surat Al-Qur’an sehingga bagian-bagian dari Al-Qur’an saling berhubungan dan tampak menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral.
2.      Mempermudah pemahaman Al-Qur’an. Misalnya ayat enam dari surat al-fatihah yang artinya, “Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus“ disambung dengan ayat tujuh yang artinya “Yaitu jalan orang-orang yang engkau anugerahi nikmat atas mereka. “ Antara keduanya terdapat hubungan penjelasan bahwa jalan yang lurus dimaksud adalah jalan orang-orang yang telah mendapat nikmat dari Allah SWT.
3.      Memperkuat keyakinan atas kebenarannya sebagai wahyu dari Allah. Meskipun Al-Qur’an yang terdiri atas 6236 ayat dan diturunkan, ditempat, keadaan, dan kasus yang berbeda dalam rentang waktu dua puluh tahun lebih, namun dalam susunannya terdapat makna yang berupa hubungan yang kuat antara satu bagian dengan bagian lainnya.
4.      Menolak tuduhan bahwa susunan Al-qur’an kacau. Tuduhan ini misalnya muncul karena penempatan surat al-Fatihah pada awal Musshaf sehingga surat inilah yang pertama dibaca. Padahal, dalam sejarah, lima ayat pertama dari surat al-‘Alaq sebagai ayat-ayat pertama turun kepada Nabi SAW. Akan tetapi, Nabi menetapkan letak al-fatihah di awal Musshaf yang kemudian disusul dengan surat al-Baqarah. Setelah didalami, ternyata dalam urutan ini terdapat Munasabah.Surat Al-fatihah mengandung unsur-unsur pokok dari syariat Islam dan pada Surat ini termuat doa manusia untuk memohon petunjuk kejalan yang lurus. Dengan demikian, surat al-Fatihah merupakan titik bahasan yang akan di perinci pada surat berikutnya, al-Baqarah. Dengan menemukan munasabah tersebut, ternyata susunan ayat-ayat dan surat-surat al-Qur’an tidak kacau akan tetapi mengandung makna yang dalam.

C.    MACAM-MACAM MUNASABAH
Munasabah terbagi menjadi beberapa macam, yaitu munasabah antara surat dengan surat, munasabbah antara surat dengan kandungannya, munasabah antara kalimat dengan kalimat, munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat, munasabah antara awal uraian dengan akhir uraian surat, dan munasabah antara akhir surat dengan awal surat berikutnya.
1.      Munasabah Antara Surat dengan Surat
Surat-surat yang ada di dalam al-Qur’an mempunyai munasabah. Sebab surat yang datang kemudian menjelaskan sebagian hal yang disebutkan secara gelobal pada surat sebelumnya.
2.      Munasabah Antara Kalimat dengan Kalimat dalam Satu Surat
Nama-nama surat yang ada di dalam al-Qur’an memiliki kaitan dengan pembahsan yang ada dalam surat.
3.      Munasabah Antara Kalimat dengan Kalimat dalam Satu Surat
Munasabah antara kalimat dalam Al-Qur’an adakalanya memakai huruf athaf (kata hubungan) dan adakalanya tidak. Munasabah yang memakai huruf athaf (kata hubung) biasanya mengambil bentuk tadhad (berlawanan). Misalnya pada ayat :

“ Dia mengetahui apa yang masuk kedalam bumi dan apa yang keluar darinya. “ (Q.S. Al-Hadid (57): 4)
                   
“dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki)”(Q.S. Al-Baqarah (2):245)

Kata ßkÎ=tƒ (masuk) dengan ßlãøƒs (keluar) dan âÙÎ6ø)tƒ (menyempitkan) dengan Ý+Áö6tƒ(melapangkan) dinilai sebagai ‘alaqah (hubungan) berupa perlawanan.
Sementara itu munasabah yang tidak memakai huruf ‘athaf (penghubung), sandarannya adalah qarinahma’nawiyyah (indikasi maknawi). Aspek ini bisa muncul dalam beberapa bentuk sebagai berikut :
a.       At-Tanzir (membandingkan dua hal yang sebanding menurut kebiasaan orang yang berakal). Misalnya :
“sebagaimana tuhanmu menyuruhmupergi dari rumahmu dengan kebenaran.”(QS.Al-Anfal(8):5)
Ayat sebelumnya adalah:
“mereka itulah orang- orang mukmin dengan sebenarnya,”( QS Al-Anfal(8):4)
Di sini ada dua keadaan yang sebanding. Sebagaimana mereka sungguh-sungguh benci atas keluarganya Nabi memenuhi perintah Allah, demikian pula mereka sungguh-sungguh tidak menentang Rasul lagi setelah benar-benar beriman.
b.      Al-Mudhaddah (berlawanan). Misalnya:
sesungguhnya orang-orang kafir sama saja engkau beri ingat mereka atau tidak engkau beri ingat, mereka tidak akan beriman. “ (QS. Al-Baqarah (2):6).
Munasabahnya adalah bahwa ayat ini menerangkan watak orang kafir, sedangkan di ayat sebelumnya Allah menerangkan watak orang mukmin.
c.       Al-Istithrad ( peralihan kepada penjelasan lain). Misalnya:
hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa adalah yang paling baik. Demikian itu merupakan sebagian dari tanda-tanda Allah, mudah-mudahan kamu selalu ingat.” (QS. Al-A’raf(7):26)
Ayat ini menjelasakan nikmat Allah, sedangkan ditengahnya dijumpai sebutan pakaian takwa yang mengalihkan perhatian untuk menoleh kepada banyaknya unsur takwa dan berpakaian.
d.      Al-Takhallush (peralihan). Peralihan  di sini adalah peralihan yang terus-menerus dan tidak kembali lagi pada pembicara pertama. Misalnya dalam surat Al-A’raf mulai dari ayat 59 sampai ayat 157. Ayat-ayat ini mulai mengisahkan umat-umat dan anbi-nabi terdahulu secara bertahap beralih terus sampai kepada kisah nabi Musa AS dan berakhir pada orang-orang pengikut nabi yang Ummi, Muhammad SAW.

4.      Munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat
Munasabah dalam bentuk ini secara jelas dapat dilihat dalam surat-surat pendek. Misalnya: Al-Ikhlas, masing-masing ayat pada surat itu menguatkan tema pokoknya tentang keesaan Tuhan.

5.      Munasabah antara penutup ayat dengan isi ayat
Munasabah di sini bisa bertujuan:
a.       Tamkin (peneguhan). Misalnya:
dan Allah menghalau orang-orang kafir yang keadaan mereka penuh kejengkelan, mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan Allah adalah maha kuat lagi maha perkasa.” (QS. Al-Ahzab (33):25)
Sekiranya ayat ini terhenti pada, “dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan,” niscaya maknanya bisa dipahami orang-orang lemah sejalan dengan pendapat orang-orang kafir yang mengira bahwa mereka mundur dari peperangan karena angin yang kebetulan tertiup. Padahal, tertiupnya angin bukan sesuatu yang kebetulan, tetapi atas rencana Allah mengalahkan musuh-musuhnya dan musuh kaum Muslim. Karena itu, ayat ini ditutup dengan mengingatkan kekuatan dan kegagahan Allah SWT menolong kaum Muslim.
b.      Tashdir (pengembalian). Misalnya:
dan mereka memikul dosa-dosa mereka di atas punggung mereka. Ingatlah amat buruk apa yang mereka pikul itu.” QS. Al-An’am (6):31)
Ayat ini ditutup dengan kata untuk membuatnya sajenis dengan kata dalam ayat tersebut.
c.       Tausyih (penyelepangan). Misalnya:
satu tanda (kekuasaan Allah) bagi mereka adalah malam. Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka tiba-tiba mereka berada dalam kegelapan.” (QS.Yasin (36):37)
Dalam permulaan ayat ini terkandung penutupannya. Sebab, hilangnya siang akan timul kegelapan. Ini berarti bahwa kandungan awalayat telah menujukkan akhirnya sehingga awal ayat seolah-olah memakai selempang bertanda bagi akheratnya.
d.      Ighal (penjelasan tambahan dan penajaman makna). Misalnya:
sesungguhnya, kamu tidak dapat menjadikan orang-orang mati mendengar dan tidak pula orang-orang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang.”(QS.Al-Naml (27):80)
Kandungan ayat ini sebenarnya sudah jelas sampai kata Al-Du’a (panggilan). Akan tetapi, untuk lebih mempertajam dan mempertandas makna, ayat itu diberi sambungan sebagai penjelasan tambahan.
6.      Munasabah antara awal uraian surat dengan akhir uraian surat
Munasabah ini dapat dilihat misalnya pada surat Al-Qashash. Permulaan surat menjelaskan perjuangan nabi Musa di akhir surat memberikan kabar gembira kepada nabi Muhammad SAW. Yang menghadapi tekanan dari kaumnya, dan akan mengembalikannya ke Makkah. Di awal surat, larangan menolong orang yang berbuat dosa dan di akhir surat larangan menolong orang kafir. Munasabah di sini terletak pada kesamaan situasi yang dihadapi dan sama-sama mendapat jaminan dari Allah SWT. Misal lain adalah awal surat Al-Mukminun
sesungguhnya, beruntunglah orang-orang mukmin.’’
Dan satu ayat sebelum akhirsurat yang sama :
sesungguhnya, orang-orang kafir tiada beruntung.’’

7.      Munasabah antara akhir satu surat dengan awal surat berikut
Di antara yang jelas munasabahnya adalah antara awal surat Al-Hadid (57) yang berbunyi:
“sesungguhnya yang berada dilangit dan yang berada di bumi mustasbih kepada Allah. Dan dia maha gagah dan maha bijaksana.”
Dan akhirnya surat Al-Waqi’ah (56) yang berbunyi:
“maka bertasbihlah dengan nama Tuhanmu yang maha mulia.’’
Munasabahnya adalah antara perintah bertasbih pada akhir surat Al-Waqi’ah dan keterangan tentang bertasbihnya semua yang ada di langit dan bumi pada awal surat Al-Hadid.




[1]Al-Zarqani, Muhammad Abd al-Azim, Manahil al-Irfan Fi ‘Ulum al-Qur’an, Jilid. I, Dar al-fikr, Beriut, 1998
[2] Abdul Wahid ramli, Ulumul Qur’an , ( Jakarta 17 Oktober 1992: Cv Rajawali ).

No comments: